Wednesday, May 30, 2007

Spiderman In Action

Resiko Perokok Pasif

Asap rokok mengandung sekitar 4000 bahan kimia, dan 43 diantaranya merupakan bahan kimia yang bersifat karsinogen (zat kimia yang menimbulkan kanker). Dari begitu banyaknya bahan kimia, yang dihirup perokok aktif hanya 15 persen. Sementara 85 persen lain dilepaskan dan dihirup para perokok pasif.

Asap rokok yang dihirup perokok pasif disebut sidestream smoke (asap samping). Dari sebatang rokok yang terbakar, dihasilkan asap samping dua kali lebih banyak daripada asap utama. Resiko kesehatan perokok pasif sebenarnya tidak jauh berbeda dengan perokok aktif.

Perokok pasif beresiko terserang beberapa penyakit. Misalnya infeksi paru dan telinga, gangguan pertumbuhan paru, atau bahkan dapat menyebabkan kanker paru. Paparan asap rokok juga memberi pengaruh buruk pada pankreas, sebagai regulator insulin gula. Sehingga perokok pasif juga terancam penyakit diabetes.

Semakin sering menghirup asap rokok, akan rawan terkena infeksi. Karena asap ini mengandung zat yang dapat menurunkan daya tahan tubuh. Jika kita berada pada lingkungan perokok, disarankan menambah asupan vitamin C.

Untuk mengamankan kesehatan dari pengaruh asap rokok, kita bisa memisahkan diri kurang lebih sekitar 180 cm dari perokok aktif. Yang paling penting, kita juga harus menghindar dari arah terpaan kepulan asap si perokok. (car)

Sumber :
http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=287469

Teknologi Konversi Air menjadi Api dan Aplikasinya


Indonesia memiliki jumlah penduduk sekitar 220 juta orang dan sebagain besar penduduknya tinggal di pedesaan. Mereka membutuhkan bahan bakar minyak tanah untuk kompor dan penerangan dengan jumlah sekitar 10 juta kilo liter per tahun. Biaya produksi minyak tanah saat ini sekitar Rp. 6000 / liter sedangkan harga yang dikenakan kepada penduduk adalah hanya Rp. 2000/ liter sehingga subsidinya sekitar Rp. 4000 per liter. Jumlah subsidi minyak tanah per tahun dengan demikian sekitar Rp. 40 trilyun. Jumlah subsidi ini sangat besar sehingga sangat membebani biaya operasional pemerintah. Salah satu alternatif untuk mengurangi subsidi itu adalah mencari sumber alternatif energi yang murah dan mudah diaplikasikan di pedesaaan untuk mengganti minyak tanah.

Air dengan susunan kimia H2O telah dikenal berabad-abad sebagai syarat keberadaan mahluk hidup. Makhluk hidup baik manusia, binatang ataupun tumbuh-tumbuhan sebagian besar terbentuk dari air. Peradaban manusia juga telah memanfaatkan air sebagai sumber energi seperti digunakan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB). Sumber energi ini diperoleh dari energi yang tersimpan didalam air misalnya energi ketinggian untuk PLTA dan energi panas untuk PLTPB. Air yang berada di ketinggian memiliki energi potensial yang lebih besar daripada air yang berada dibawahnya sehingga air yang di atas dapat menjadi sumber energi apabila air itu dialirkan ke bawah. Prinsip yang sama juga terjadi pada air pada fasa gas dalam bentuk uap air yang memiliki energi panas lebih tinggi daripada air yang berada pada fasa cair. Sumber energi pada air yang telah disebutkan diatas merupakan sumber energi air konvensional.

Sumber energi air non konvensional adalah energi yang tersimpan pada air apabila air tersebut dirubah menjadi fasa gas gabungan dari molekul hidrogen dan oksigen atau gas gabungan H-O dengan komposisi perbandingan yang tepat secara stokiometri. Gas ini apabila dipantik akan menyala dan menghasilkan panas 66,000 BTU/lb (Michroswki, 2006). Fenomena Proses ini pertama kali ditemulkan oleh Professor Yul Brown pada tahun 1970. Sumber energi ini merupakan sumber energi yang paling bersih dan ramah lingkungan. Api dari gas gabungan H-O tidak menghasilkan jelaga karena tidak memiliki komponen karbon dan limbahnya adalah kembali menjadi air murni yang sangat ramah lingkungan.

Biaya konversi air menjadi Gas H-O diduga relatif jauh lebih murah walaupun masih dalam penelitian lanjutan. Biaya ini adalah biaya energi listrik untuk merubah air menjadi Gas H-O. Biaya listrik ini akan menjadi lebih murah lagi apabila sumber listriknya berasal dari energi angin. The Heritage Bogor Foundation (THBF) telah mulai melakukan pengembangan teknik pembuatan Gas H-O yang cepat dan efisien serta aplikasinya sehingga dapat digunakan untuk kompor pedesaan sebagai sumbangan pemikiran alternatif energi murah dan bersih untuk masyarakat Indonesia .. Pemanfaatan Gas H-O dan pengembangan sumber energi angin sebagai sumber tenaga listriknya akan dapat membantu pemerintah menghilangkan beban subsidi minyak tanah sebesar Rp. 40 Trilyun per tahun. Dana ini dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat untuk kejayaan bangsa Indonesia di masa depan.

Dr. Ir. Hasan Hambali, 2007 (THBF)
(salah seorang pendiri THFB)

Saturday, May 26, 2007

Ketukar Motor

Mengantarkan istri belanja ke pasar memang sudah menjadi kebiasaan saya. Ada kalanya jalan kaki, atau lebih sering menggunakan si pio (motor saya). Namun pagi ini tidak seperti biasanya saya mengantarkan istri ke pasar, yang letaknya sekitar hampir 1 km dari rumah kami tersebut, dengan menggunakan motor istri saya. Ini adalah pertama kali saya mengantarkan istri ke pasar dengan membawa Dissya (anak saya) sekalian, semenjak Dissya lahir.

Motor di parkir, selanjutnya istri pun belanja. Sementara saya dan Dissya menunggu di tempat yang nyaman di seputaran tempat parkir.

Acara belanja pun selesai, Dissya kembali ke gendongan istri. Sambil menjinjing belanjaan, dengan langkah pasti saya menuju salah satu motor yang terparkir. Petugas parkir pun dengan susah payah membantu mengeluarkan motor tersebut dari hutan rimba motor ke tempat terbuka.

Belanjaan saya gantungkan di tempat gantungan. Aneh, kok gantungannya agak lain. Kunci motor juga saya masukkan ke kontak motor, ternyata tidak bisa juga. Olala, ini pasti bukan motor istri saya. Bentuk dan merknya mirip abis. Dari kejauhan istri cuma tertawa-tertawa sambil menggoyang-goyangkan tangannya memberi tanda kalau motornya bukan yang itu.

Akhirnya saya kembali minta tolong ke petugas parkir untuk mengeluarkan motor yang kali ini benar-benar memang milik istri saya. Tempatnya ternyata sudah berpindah agak jauh, dan inilah yang menyebabkan saya sampai keliru mengenali motor tersebut.

Ingatan pun langsung melayang ke 12 tahun yang lalu. Tepatnya ketika saya baru masuk kuliah. Informatika ITS. Saat itu sedang berlangsung acara himpunan di salah satu lab kampus. Waktu istirahat, saya menyempatkan diri untuk ke Wartel dengan menggunakan motor milik Dessy (teman seangkatan yang dari Bali).

Sesampai di Wartel, motor langsung saya parkir. Segera saya menuju ke kotak telepon. Selanjutnya pembicaraan sekitar 15 menit pun selesai. Biaya telepon saya bayar ke penjaga Wartel sambil ngobrol basa-basi. Memang wartel ini dekat dengan rumah kost saya, jadi saya pun kenal dengan penjaganya.

Tanpa membuang-buang waktu, saya pun bergegas menuju ke motor yang parkir di posisi tempat saya meletakkan motor Dessy. Kunci kontak saya masukkan, dan motor pun segera melaju dengan kencang menuju kampus.

Sesampai di kampus, kunci kontak saya kembalikan ke Dessy. Acara himpunan berlanjut hingga sore. Belum selesai acara, saya sudah pulang karena merasa kurang enak badan. Sedang enak-enak tidur, tiba-tiba datang Yiyit kakak angkatan kuliah yang sempat menyamar jadi teman satu angkatan ke kost-kostan. Dia datang memberitahu jika di kampus Dessy sedang mencari-cari motornya. Karena motornya hilang.

Bingung bercampur kaget, langsung saya bersama Yiyit kembali ke kampus. Belum sampai keluar dari pekarangan rumah kost, ada penjaga Wartel yang datang ditemani dengan 2 orang perempuan, yang juga kuliah di ITS. Yang satu matanya sembab seperti habis menangis. Penjaga Wartel itulah yang tahu bahwa motor yang saya bawa adalah motor perempuan yang habis menangis itu.

Barulah semua terungkap. Tentu saja Dessy kesulitan mencari motornya di parkiran kampus, karena motornya masih terparkir dengan aman di depan Wartel. Sementara mahasiswi yang habis menangis itu ternyata si pemilik motor yang saya bawa kembali ke kampus. Kejadian ini terjadi karena pada saat saya sedang menelepon, motor Dessy di dorong maju ke depan. Sementara posisinya semula ditempati oleh motor si mahasiswi tadi.

Akhirnya mahasiswi tadi kembali menunggu di Wartel, sementara saya dan Yiyit segera ke kampus untuk mengambil motornya. Tentunya juga untuk memberitahu Dessy agar tidak khawatir, karena motornya tidak hilang.

Motor tertukar saja, sudah bisa membuat 2 orang mahasiswi meneteskan air mata. Dessy dan mahasiswi yang motornya saya bawa kembali ke kampus tadi. Untung penjaga Wartel itu sudah kenal dengan saya. Sehingga dia tahu alamat kost saya.

Thursday, May 24, 2007

Para Jawara Liga Champion Eropa

Berikut Daftar Juara Liga Champions:

1955/56 Real Madrid
1956/57 Real Madrid
1957/58 Real Madrid
1958/59 Real Madrid
1959/60 Real Madrid
1960/61 Benfica
1961/62 Benfica
1962/63 Milan
1963/64 Internazionale
1964/65 Internazionale
1965/66 Real Madrid
1966/67 Celtic
1967/68 Manchester United
1968/69 Milan
1969/70 Feyenoord
1970/71 Ajax
1971/72 Ajax
1972/73 Ajax
1973/74 Bayern Munich
1974/75 Bayern Munich
1975/76 Bayern Munich
1976/77 Liverpool
1977/78 Liverpool
1978/79 Nottingham Forest
1979/80 Nottingham Forest
1980/81 Liverpool
1981/82 Aston Villa
1982/83 Hamburger SV
1983/84 Liverpool
1984/85 Juventus
1985/86 Steaua Bucuresti
1986/87 Porto
1987/88 PSV
1988/89 Milan
1989/90 Milan
1990/91 Crvena zvezda
1991/92 Barcelona
1992/93 Olympique Marseille
1993/94 Milan
1994/95 Ajax
1995/96 Juventus
1996/97 Borussia Dortmund
1997/98 Real Madrid
1998/99 Manchester United
1999/00 Real Madrid
2000/01 Bayern Munich
2001/02 Real Madrid
2002/03 Milan
2003/04 Porto
2004/05 Liverpool
2005/06 Barcelona
2006/07 Milan

Koleksi Gelar:
Real Madrid 9
Milan 7
Liverpool 5
Ajax 4
Bayern Munich 4

Friday, May 18, 2007

Indikasi Penipuan ala Debt Collector HSBC

Bagi pemegang Credit Card, khususnya yang beberapa kali mengalami keterlambatan akut dalam membayar tagihan setiap bulannya, pasti akan merasakan hebohnya para debt collector beraksi. Naudzubillaahi min dzalik. Jangan sampai ada saudara, anak, famili saya yang mau berprofesi seperti itu.

Ini adalah kisah saya dalam menutup credit card HSBC yang sudah 5 tahun saya miliki. Kisah ini dimulai dari ketidakberdayaan saya membayar tagihan credit card HSBC. Pembayaran terakhir adalah Oktober 2005 yang membuat posisi tagihan saat itu menjadi tersisa hampir 2.7jt. Bulan-bulan berikutnya kondisi ekonomi saya sangat mencekam dan menghimpit. Dana proyek banyak yang tertunda dibayarkan, sementara kebutuhan sehari-hari juga semakin besar. Baik kebutuhan operasional proyek maupun kebutuhan rumah tangga. Kredit card yang lain pun juga harus tetap diopeni (selain HSBC, pada saat itu saya masih mempunyai Citibank, Danamon, dan Niaga).

Hingga bulan Januari 2006 saya tidak membayarkan cicilan tagihan pada HSBC. Karena sudah kepalang basah. Sudah terlanjur. Dana yang ada lebih saya prioritaskan untuk mengamankan posisi credit card lainnya serta memenuhi kebutuhan pengeluaran proyek (pekerjaan) dan keluarga. Selama waktu tersebut, telepon demi telepon tagihan berdering tak kenal lelah. Pertengkaran via phone dengan debt collector pun menjadi hiasan setiap saat.

Namun setelah bulan Januari 2006, tekanan dari pihak HSBC mulai surut, bahkan hilang sama sekali. Dalam hati selain merasakan tenang, juga muncul khawatir. Tenang karena tekanan dari HSBC sudah reda. Khawatir karena pasti berkas saya sudah dilimpahkan ke pihak ketiga.

Lama tak ada hubungan lagi dengan HSBC, hingga akhirnya pada awal bulan Juni 2006 mulai lagi telepon dari orang berlogat (maaf) Batak yang menghubungi saya mengaku atas nama HSBC. Dia mengaku bernama Eliper. Perbincangan pun terjadi, yang intinya tentang komitmen saya menyelesaikan tagihan. Yang jelas, tagihan yang pada Oktober 2005 hanya berkisar 2.7jt, sudah membengkak sedemikian rupa menjadi 4.180.000,00. Wow, 1jt lebih bunga berbunga plus denda yang harus saya tanggung. Akhirnya kesepakatan terjadi. Tawaran menyelesaikan tagihan selama 2 bulan, masing-masing 1.5jt per bulan, pun saya terima. Jadi totalnya menjadi 3jt. Diskon yang diberikan adalah sekitar 30%. Harus saya bayarkan pada tanggal 15 Juli dan 15 Agustus.

Saya pun berusaha mempersiapkan 1.5jt khusus untuk tanggal 15 Juli. Namun, pada 10 Juli saya dihubungi oleh orang Batak yang berbeda. Kali ini dia menawarkan diskon yang lebih menggiurkan, asalkan saya mau membayar sekaligus. Nilai yang harus saya bayarkan menjadi hanya 2.5jt saja, namun harus dibayarkan sekaligus. Saya pun tertarik dengan tawaran terbaru ini. Lumayan, 500rb selisihnya. Namun saya sadari pada 15 Juli saya belum punya tambahan 1jt, karena yang sudah saya siapkan hanya 1.5jt saja. Akhirnya saya meminta perpanjangan waktu, dan diberi kesempatan 10 hari lagi. Jadi tanggal 25 Juli saya sudah harus menyelesaikan sejumlah tersebut.

Alhamdulillah, Allah Maha Kaya. Tanpa harus menunggu lama, sekitar tanggal 20 Juli saya sudah memiliki dana yang cukup. Tidak hanya sebesar 2.5jt untuk HSBC, namun credit card lain pun berhasil saya bayar dalam jumlah yang cukup. Walau belum bisa semuanya hingga 0.

Saya pun segera menghubungi Bp. Eliper pada Sabtu 22 Juli melalui nomor yang diberikan. Saya berniat segera membayarkan secepatnya karena pada hari Minggu saya harus ke luar kota hingga Rabu. Namun jawaban pak Eliper adalah, meminta agar uang tersebut di transfer pada rekeningnya. Karena rekening yang diberikan adalah rekening pribadi di BNI, dan atas nama someone, maka saya tidak bersedia. Akhirnya pak Eliper pun berjanji bahwa dia akan segera mengambilnya.

Kenyatannya, hingga Minggu sore pak Eliper tak kunjung datang. Saya pun berencana menitipkan dana tersebut ke istri saya. Namun tidak jadi, karena istri saya takut berhadapan dengan debt collector. Takut keliru, tertipu, dan lain sebagainya. Sorenya saya tetap harus berangkat ke Jember jam 4 sore menggunakan kereta api Cantik jurusan Surabaya - Jember.

Merasa tidak nyaman, pada hari Senin, saya kembali menghubungi Bp. Eliper. Namun solusi yang diberikan tetap saja minta dana itu ditransfer ke Rekening BNI yang telah disebutkan. Saya tidak keberatan, asalkan saya diberi alamat lengkap kantornya, plus nomor teleponnya sekalian. Mendengar permintaan saya, Bp. Eliper malah marah. Menganggap saya ingin mempermainkannya, atau sekedar ingin mencari-cari alasan karena tidak bisa membayarnya. Akhirnya saya putuskan, kalau memang Bp. Eliper percaya pada saya bahwa saya bersungguh-sungguh komitmen menyelesaikannya, maka saya minta diberi waktu 1 hari lagi. Jadi Bp. Eliper bisa datang ke rumah mengambil dana pembayaran tersebut pada tanggal 26 Juli. Dan Bp. Eliper pun sepakat.

Pada 25 Juli, siang hari, tiba-tiba saya dikejutkan dengan telepon istri saya yang menceritakan terjadi kejadian yang memalukan dan menakutkan di rumah. Bp. Eliper datang beserta rekannya untuk menagih pembayaran saya. Karena dengan logat Batak yang sangat kental, ketika itu adik ipar saya pun takut membukakan pintu pagar. Sehingga pembicaraan terjadi dibatasi dengan pagar antara mereka. Bagi saya yang sudah terbiasa bergaul dengan orang Batak, mungkin merasa biasa dengan cara bicara orang Batak. Tidak demikian dengan keluarga istri saya (saat itu saya masih tinggal dengan mertua). Mereka sangat ketakutan, jangan-jangan orang-orang yang datang ini mau membikin onar. Yang jelas mertua saya khususnya, sangat malu. Karena omongan-omongan yang diucapkan oleh Bp. Eliper dan rekannya sempat terdengar oleh warga sekitar.

Mendengar cerita istri saya yang entah benar atau hanya salah paham saja, saya pun segera menghubungi Bp. Eliper. Saya tidak terima karena Bp. Eliper sudah melanggar kesepakatan yang sudah dibuat. Bukankan pada Senin hari sebelumnya, sudah ada kesepakatan Bp. Eliper mau datang pada hari Rabu. Bukan hari Selasa seperti yang dilakukannya. Mendengar omelan-omelan saya, Bp. Eliper hanya mengucapkan kata maaf, tanpa ada perasaan bersalah sama sekali.

Tanggal 26 Juli, sore hari, Bp. Eliper kembali datang. Tetap beserta rekannya yang saya ketahui bernama Bp. Toni. Bp. Toni inilah yang menerima pembayaran dan memberi tanda terima pada saya. Pada tanda terima tersebut tertulis nama Toni dan tandatangannya. Selanjutnya mereka menjanjikan akan segera mengirimkan bukti lunas secepatnya.

Hingga 2 minggu, saya belum juga mendapatkan bukti lunas yang dijanjikan. Saya pun segera menghubungi Bp. Eliper. Dia hanya bisa melakukan cross check ke petugas yang bertugas masalah administrasi.

Saya tunggu lagi hingga 3 bulan. Pada akhir Oktober 2006 saya kembali bertanya tentang bukti lunas yang dijanjikan pada Bp. Eliper. Hal ini karena saya sedang ada masalah kecil dengan credit card yang lain, yaitu Danamon. Bp. Eliper pun hanya bisa janji ini itu tanpa ada tindak lanjut yang jelas.

Waktu berlalu, hingga Maret 2007. Tiba-tiba saya dikejutkan oleh telepon seseorang bernama Ricky dari Jakarta yang mengaku dari HSBC. Menyampaikan bahwa saya masih memiliki tanggungan hutang sebesar hampir 4.5jt. Waduh, bencana apa lagi ini. Tentu saja saya menyangkalnya dan menyatakan sudah menyelesaikan tagihan HSBC sejak Juli 2006. Pak Ricky pun minta diberi penjelasan,dan saya pun dengan seksama menceritakan kronologinya. Akhirnya pak Ricky hanya meminta dikirimkan bukti pembayaran yang sudah saya lakukan dahulu.

Untung saja semua bukti-bukti pembayaran hingga catatan-catatan yang diberikan oleh Bp. Eliper masih saya simpan dengan baik. Padahal nomor handphone yang diberikan, sudah tidak bisa dihubungi lagi. Bahkan nomor telepon kantor yang diberikan juga tidak bisa dihubungi. Ketika saya menelepon nomor telepon yang diberikan oleh 108 berdasarkan alamat kantor yang diberikan pada saya, ternyata yang menerima adalah orang yang sama sekali tidak paham dengan maksud saya. Waduh, JANGAN-JANGAN SAYA DITIPU ...

Saya pun segera mencoba mengirim semua bukti tersebut via fax ke pak Ricky, sambil berharap pak Ricky bisa membantu saya untuk menyelidiki kejadian yang sebenarnya. Namun karena terlalu lama, bukti pembayaran lembar berwarna kuning yang diberikan pada saya sudah mulai luntur catatannya. Pada kiriman pertama, tulisan itu sama sekali tidak tertangkap mesin fax. Sehingga yang terkirim seakan-akan blanko pembayaran HSBC dengan tulisan yang hampir tidak nampak. Itu seperti yang dilaporkan pak Ricky. Saya pun kebingungan, bagaimana ini. Bagaimana cara saya agar bisa mengirimkan buktinya. Pak Ricky memberi solusi supaya bukti itu dikirim saja via pos. Dikirim ? Nggak mungkinlah. Kalau dikirim, lantas bukti apa lagi yang saya miliki.

Akhirnya timbul ide untuk saya fotocopy dulu sebelum saya kirimkan via fax. Alhamdulillah hasil mesin fotocopy lumayan terlihat. Semua tulisan terbaca dengan baik. Dari fotocopy itu, saya kirimkan via fax. Dan bisa diterima dengan baik oleh pak Ricky. Pak Ricky pun akan berusaha menyelesaikan permasalahan ini, dan jika selesai akan segera mengirimkan surat lunas ke saya.

Hingga sekarang, berarti sudah 2 bulan lebih sejak saya dihubungi oleh pak Ricky. Namun bukti lunas yang saya tunggu-tunggu tak kunjung datang juga. Mudah-mudahan saya sedang tidak ditipu untuk yang kedua kalinya oleh debt collector HSBC.

Tuesday, May 15, 2007

Xpress Boarding ala Air Asia

Sebelumnya kita mengenal dan mengetahui bahwa untuk mendapatkan tempat duduk di Air Asia, kita terlebih dahulu harus berebut. Khususnya bagi yang rombongan lebih dari 1 penumpang. Karena jika tidak, pasti tidak akan bisa duduk dalam 1 baris tempat duduk.

Melihat hal itu, timbul kecurigaan yang saya pendam dalam-dalam. Jangan-jangan suatu saat nanti, prioritas untuk mencari tempat duduk juga akan dijual oleh Air Asia.

Ternyata sekarang terbukti. Baru saja saya menerima RedAlert dari Air Asia yang memberitahukan tentang program Xpress Boarding. Intinya layanan ini adalah layanan prioritas yang berguna agar kita dapat masuk dan keluar lebih dahulu dari pesawat. Hanya dengan membayar 50rb per penumpang per perjalanan. Cukup cerdik dan setengah pembodohan.


Di saat maskapai lain sudah menetapkan kursi penumpang pada saat check in, Air Asia sudah bisa menjual posisi kursi kepada penumpang.

Melihat dari cara yang ditawarkan, dan dari pengalaman saya menggunakan jasa Air Asia, mungkin ada trik bagi penumpang yang rombongan tanpa harus membayarkan 50rb kali jumlah penumpang. Cukup 50rb saja.

Caranya, belilah tiket secara terpisah antara pimpinan rombongan dengan rombongan lainnya. Misalnya ada 6 orang. Maka 1 orang beli dengan kode booking sendiri. Untuk yang satu ini, belilah tiket dengan menandai fitur Xpress Boarding. Sementara sisanya (yang 5) beli dengan kode boonging sendiri pula. Selanjutnya pada saat check-in pun lakukan secara terpisah. Hingga pimpinan rombongan mendapat prioritas masuk lebih dahulu, untuk menentukan tempat duduk. Dan menjaga agar tempat duduk yang ada di sekitarnya tidak diduduki oleh orang lain (penumpang yang bukan Xpress Boarding). Begitu penumpang biasa masuk ke pesawat, penumpang yang 5 sudah tinggal menuju ke kursi yang telah dijaga oleh pimpinan rombongan.

Yang jadi masalah, adalah bagaimana jika semua penumpang menggunakan fitur ini ? Jangan-jangan nanti akan ada lagi fitur Xpress Xpress Boarding. Tentunya dengan tarif yang lebih tinggi.

Monday, May 14, 2007

Tentang Parkir Tepi Jalan Di Surabaya

Maraknya pembahasan perda tentang parkir di Surabaya, yang juga diwarnai dengan rentetan protes dari kalangan petugas parkir, baik yang resmi maupun yang tidak jelas asal usulnya, mendorong saya untuk menyampaikan sedikit urun rembug.

Ruang lingkup pembahasan :
Saya tidak ingin melebar ke berbagai masalah parkir dari yang diperdakan. Cukup mengkhususkan ke parkir tepi jalan umum saja.

Pemerintah Kota sudah seharusnya memfasilitasi semua titik parkir tepi jalan umum yang ada di Surabaya dengan rambu khusus yang mudah dikenali dan dipasang di tempat yang mudah dilihat. Hal ini untuk membedakan mana tempat yang memang merupakan titik parkir tepi jalan umum, dan mana yang liar. Sehingga jika ada kendala atau permasalahan antara petugas parkir dan pemilik kendaraan, dasar hukum yang dipakai bisa jelas.

Pemerintah harus berusaha untuk mengurangi parkir-parkir liar juga harus tetap digalakkan. Dan petugas parkir yang sudah ada, langsung diterima sebagai petugas parkir resmi. Biasanya hal ini seringkali dimanfaatkan oknum-oknum untuk mempersulitnya. Meminta sejumlah uang agar petugas parkir yang sudah ada mendapatkan registrasi sebagai petugas parkir resmi. Bisa jadi hal ini juga yang menyebabkan petugas parkir yang ada sekarang ramai-ramai memprotes perda parkir.

Pemerintah harus menangani pelanggaran-pelanggaran pengelolaan parkir yang sudah jelas-jelas melanggar aturan. Seperti di sekeliling siola, mereka menerapkan tarif parkir seribu rupiah untuk sepeda motor. Jelas ini merupakan pelanggaran yang harus ditindak secara serius agar tidak menjadi contoh untuk titik-titik parkir tepi jalan umum lainnya. Misalnya dengan cara mengajukan ke pengadilan karena dianggap melakukan pemerasan atau pungutan liar.

Pemerintah dalam menerapkan tarif, usahakan yang mudah penanganannya. Jangan sampai menggunakan tarif yang susah, seperti 300 rupiah untuk sepeda motor seperti saat ini. Langsung saja 500 rupiah.

Masyarakat pemilik kendaraan juga diharapkan lebih peduli terhadap penanganan parkir. Saat ini yang menjadi kendala utama pemilik kendaraan untuk bersikap tegas pada aturan adalah kekhawatiran keselamatan kendaraan. Mereka terpaksa mengeluarkan uang lebih dari yang aturan yang telah ditetapkan, dari pada kendaraannya harus mengalami hal-hal yang tidak diinginkan. Goresan paku 3 cm saja di mobil harus menyebabkan pemilik mobil mengeluarkan uang di atas 1 juta untuk memperbaiki.

Petugas parkir harus menyadari, bahwa mereka bekerja harus sesuai dengan aturan. Tidak boleh berlaku sewenang wenang dan mengatasnamakan kemiskinan dan kesulitan ekonomi untuk bertindak seenaknya. Sungguh aneh melihat kekhawatiran yang diangkat ke permukaan adalah jika perda diberlakukan, mau mencari makan dengan cara apa para petugas parkir. Apa mau jadi perampok atau penjahat ? Dari nadanya saja, mengesankan para petugas parkir berasal dari orang-orang yang tidak didasari iman. Naudzubillahi mindzalik.

Optimalkan posko pengaduan masyarakat yang rencananya akan dibangun di 5 tempat di Surabaya. Jangan cuma dijadikan sebagai macam ompong, yang cuma bisa menerima pengaduan namun tidak dilanjutkan dengan tindakan semestinya. Banyak sekali laporan penyelewengan yang akhirnya hanya menjadi tumpukan sampah karena tidak ditindaklanjuti.

Aturan pengelolaan harus jelas. Distribusi keuangan juga harus jelas. Pangkas semaksimal mungkin jalur distribusi kascis parkir dan uang hasil parkir. Banyak sekali petugas parkir yang ketika saya tanya tentang karcis parkir mengaku jika mereka harus menyetorkan uang yang lebih dari nilai karcis sebenarnya. Mafia parkir juga harus dihabisi sampai ke akar-akarnya. Jika ada pegawai Pemerintah Kota atau anggota DPR yang bagian dari mafia tersebut, sudah saatnya ditindak tegas. Kalau perlu dipecat (Pecat, tindakan yang hampir tidak ada pada pegawai negeri).

Adapun tentang aturan, ada beberapa saran yang ingin saya sampaikan. Juga mengacu dari ide-ide yang telah dibahas sebelumnya.
  • Manfaatkan program berhadiah yang diundi dari karcis retribusi parkir yang diterima dari petugas parkir. Dengan cara ini, maka pemilik kendaraan terpacu untuk meminta karcis parkir. Karena akan diundi secara berkala. Ingat, bangsa Indonesia masih senang dengan silaunya undian.

  • Petugas parkir mendapatkan bukti menerima tiket parkir dari Dinas Perhubungan. Setelah selesai bertugas, petugas parkir wajib membayarkan sejumlah bonggol karcis yang digunakan pada loket Dispenda. Dengan bukti pembayaran ini, petugas parkir baru dapat mengambil bonggol tiket karcis parkir baru. Harga 1 bonggol karcis (biasanya berisi 100 lembar) sudah ditentukan secara transparan. Misalnya 20 ribu untuk setiap bonggol parkir sepeda motor. Dan 60 ribu untuk setiap bonggol parkir mobil. Dengan cara ini, petugas parkir akan mendapatkan karcis parkir dengan nilai semestinya. Sehingga mereka pun bisa mengenakan tarif yang sesuai dengan perda (tercantum pada karcis parkir) pada pemilik kendaraan.

  • Petugas parkir harus memiliki nomor registrasi, yang dipasang pada tanda pengenal yang dilengkapi dengan foto. Tanda pengenal ini wajib digunakan selama mereka bertugas. Pemilik kendaraan berhak tidak memberikan uang jika petugas tidak mampu menunjukkan tanda pengenal dan karcis retribusi resmi sesuai dengan fungsinya. Data petugas parkir dikelola secara lengkap, termasuk titik tempatnya bekerja serta data karcis parkir yang digunakan. Dengan data ini, pemerintah dapat mengatur gaji serta komisi yang akan diberikan. Agar tidak terjadi antrian pada saat penyerahan gaji, sebaiknya memanfaatkan jasa perbankan untuk pembayaran gaji dan komisi. Walau masih terdapat kekurangan di sana sini, namun penggunaan komputerisasi terbukti cukup ampuh memberantas pungli-pungli yang tidak semestinya.

  • Khusus bagi pemilik kendaraan yang ingin menggunakan jasa parkir berlangganan, tetap diijinkan untuk memanfaatkannya tanpa ada paksaan. Keuntungannya adalah mereka dapat parkir tanpa perlu membayar lagi. Tentunya pada titik-titik parkir tepi jalan yang dilengkapi dengan rambu khusus.

Dari uraian di atas, masih ada kekurangannya. Yaitu penerapan komisi petugas parkir berdasarkan pemasukan parkir (jumlah kendaraan yang parkir, red). Hal ini akan menjadi sulit ketika semua kendaraan yang parkir sudah mengikuti parkir berlangganan, maka karcis parkir tidak akan terpakai. Dan jika cara menghitung komisi dilihat dari karcis yang terpakai, tentu hal ini tidak akan cocok lagi.

Intinya, usaha yang sungguh-sungguh dari Pemerintah, niat bekerja yang luhur dari petugas parkir, serta kesiapan masyarakat untuk mendukungnya, merupakan modal utama agar penanganan parkir tepi jalan umum di Surabaya dapat dikelola dengan tertib.

NoBar F1 Spanyol Di Kawi Longue

Sebagai penggemar F1, memang saya jarang sekali hadir di acara nobar (Nonton Bareng).

Tentu bukan karena saya nggak punya teman yang menemani ikutan acara tersebut. Tapi lebih karena rata-rata acara tersebut diadakan di tempat ber-AC. Lho bukannya tambah enak ? Iya sih ... asalkan ditambahi pula dengan fasilitas larangan merokok di sana. Kenyataannya, berada di tempat ber-AC dengan perokok yang tetap aktif merokok di sana lebih merana dari pada di ruang tak ber-AC. Pulangnya, pasti aroma asap rokok langsung melekat erat dari baju, kaos, jaket, hingga celana dalam. Tak ada ampun, mereka semua harus segera dicuci dan tidak bisa dipakai lagi.

Namun, keengganan berhadapan dengan ruang ber-AC + asap rokok, tidak menyurutkan keinginan saya untuk tetap ambil bagian nonton bareng F1 Spanyol Minggu malam 13 Mei 2007.

Karena informasi rekan, yang menyatakan harus dateng lebih awal biar kebagian tempat duduk, akhirnya sejak setelah sholat Magrib saya segera menuju ke Hotel Sheraton. Bahkan saya sampai membatalkan rencana ke Travel Agent untuk menebus booking yang sudah saya lakukan sebelumnya via situs salah satu maskapai penerbangan kita.

Sampai di tujuan, sekitar pukul 18.10, Kawi Longue sudah mulai banyak pengunjung. Namun tetap saja jumlah kursi kosong masih lebih banyak dari jumlah kursi yang telah terisi. Singkat cerita, dengan tiket masuk 25rb, saya sudah berada di dalam. Memilih kursi kosong yang nyaman, sambil celingak celinguk mencari orang yang saya kenal.

Bukannya sombong, tapi cuman yakin. Bahwa pasti ada 1 atau 2 orang yang saya kenal juga ikutan di acara ini. Karena ini Surabaya. Di mana setiap acara yang saya datangi selalu saja ketemu dengan 1 atau 2 orang yang saya kenal.

Ternyata, ada sih beberapa wajah yang familiar. Tapi saya nggak kenal dengan mereka. Apalagi mereka, pasti nggak kenal dengan saya. Akhirnya saya memilih duduk di kursi tepat di tengah-tengah arah layar lebar yang ada. Jadi biar bisa nonton tepat lurus.

Tak perlu menunggu lama, ternyata apa yang saya yakini terjadi. Sekitar pukul 18.25, dari arah pintu masuk saya melihat orang yang sangat familiar. Dia adalah salah satu senior saya waktu kuliah di Informatika ITS dulu. Langsung saja saya hampiri dan berlanjut dengan obrolan sana sini, mulai tentang F1 hingga pekerjaan.

Tidak beberapa lama kemudian, datang lagi mantan dosen saya yang juga pendukung berat AC Milan. Yang dulu tampak subur, namun skarang nampak langsing sekali, jauh lebih langsing dari saya.

Pukul 18.40, pengisi acara memulai meramaikan ruangan yang sudah mulai penuh terisi penggemar-penggemar F1. Baik yang dari Surabaya maupun yang dari luar kota. Acara jadi gayeng, hingga kemudian senyap ketika detik-detik start lomba.

Lampu merah mulai hidup satu persatu. Hingga kemudian mati bersamaan. Race dimulai. Hamilton, seperti biasa menunjukkan kelihaiannya dengan mendahului Kimi. Sementara Alonso berusaha mengalahkan Massa pada belokan sempit. Massa yang terkenal bengal, tentu saja tidak mau kalah. Mobil tetap dipacu, walau membuka peluang kecelakaan sangat besar. Untungnya kecelakaan tidak perlu terjadi, tapi Alonso terpaksa harus ke gravel dan membuatnya turut ke posisi 4.
Lap demi lap dilalui. Diwarnai dengan rontoknya pembalap satu persatu. Baik karena kerusakan mesin, kecelakaan, hingga karena kesalahan-kesalahan tim ketika pembalap melakukan pitstop. Termasuk Kimi yang harus pensiun dini di race ini sejak lap 7. Race diakhiri dengan menempatkan Massa - Hamilton - Alonso pada podium.

Khusus untuk Hamilton, berarti ini adalah podium ke-4 pada race ke-4nya di F1 musim ini. Mampu menciptakan hattrick runner-up nya juga menjadi kehebatan tersendiri dari seorang rookie. Sayang dia belum berhasil juara, sebagaimana yang telah diraih JV pada race ke-4 nya dahulu pada musim 1997.

Sementara itu, race ini juga menjadi moment menarik dari Takuma Sato - Super Aguri. Point pertama (walau cuman 1 point) telah diraih. Suatu prestasi yang membanggakan bagi tim sekelas Super Aguri. Bahkan Honda yang mesinnya dipakai oleh Super Aguri saja, belum mampu memecahkan telur pointnya. Padahal Jenson Button dan Barichello ada di sana.

Setelah race berakhir, ajang pengundian door price berlanjut. Alhamdulillah saya mendapatkan voucher dari salon mobil senilai discount 50%. Tarif salon mobil tersebut 100rb, kalau 50%nya berarti 50rb. Lumayan, dengan tiket masuk 25rb sudah mendapatkan orange juice, ramenya nonton bareng, plus kembalian senilai 50rb.

Thursday, May 10, 2007

Lika Liku Putus Hubungan Dengan CC Danamon

Semangat membara untuk mengakhiri hubungan dengan credit card, kadang kala harus melalui perjalanan panjang nan melelahkan.

Untuk kasus Credit Card (CC) Danamon, bermula dari pemblokiran secara tiba-tiba hingga teller yang salah memasukkan data pembayaran mewarnai proses penutupan CC Danamon ini.

Selain urusan CC, sebenarnya saya juga seringkali merana dengan produk Danamon lainnya. Saya harus merelakan 29.800,00 melayang tiap bulan untuk administrasi dan denda karena saldo saya di bawah 1jt. Padahal sebelumnya saya merasa bangga dengan Danamon ini. Bank inilah yang pertama-tama (menurut yang saya tahu) yang memfungsikan satpamnya sebagai penerima tamu. Dengan senyumnya yang manis, satpam-satpam itu rela untuk membukakan pintu pada setiap nasabah yang datang.

Namun, sejak awal 2006, saya mulai kecewa.
"Pak, karena saldo Bapak di bawah 1jt, maka dikenakan denda sebesar 20rb, pak."

Asem, BCA aja gak kayak gitu aturannya. Kalo malak nasabah, jangan begini dong caranya.

Kembali ke CC Danamon. Sekitar September 2006, saya tidak membayar tagihan CC. Sehingga pada akhir bulan tersebut tiba-tiba CC Danamon diblokir. Saya anggap wajar, karena saya memang tahu bahwa pembayaran bulan ini mengalami keterlambatan. Pada awal Oktober 2006 saya melakukan pembayaran. Beranggapan bahwa kartu sudah dapat digunakan, maka saya sempat menggunakannya ketika berbelanja. Namun CC tersebut tetap tidak dapat digunakan. Masih diblokir.

Merasa aneh, akhirnya saya menghubungi petugas Danamon melalui call centernya. Saya mendapatkan jawaban bahwa status saya adalah blokir dari BI karena ada CC saya yang bermasalah. Jawaban yang tidak bisa saya terima, karena kenyataannya 2 CC saya lainnya baik-baik saja, dan tetap dapat digunakan untuk bertransaksi. Petugas pun tidak dapat menjelaskan lebih jauh.

Kecewa diperlakukan demikian, akhirnya saya memutuskan untuk tidak membayar sisa tagihan hingga permasalahan blokir tidak jelas ini selesai. Bagaimana pun ini adalah keputusan yang salah. Alih-alih masalah blokir selesai, justru malah setan-setan penagih yang bergentayangan menteror. Denda ini itu tetap harus saya terima. Bunga berbunga pun tetap bekerja. Ternyata saya hanya mampu bergeming selama 3 bulan saja. Akhirnya pada Januari 2007 saya mengalah, dan kembali melakukan pembayaran sekaligus rencana untuk menutup CC secepatnya.

Karena kebutuhan yang sangat banyak menjelang kelahiran putri pertama saya, rencana menutup CC tertunda. Sudah puluhan telepon dari Danamon yang harus saya terima untuk penawaran ini itu tentang rencana penutupan. Makin lama gelombang telepon dari Danamon semakin santer saja. Baik petugas yang dari Danamon Jakarta, hingga petugas dari Danamon Surabaya sendiri. Seakan-akan saya ini menjadi umpan yang diperebutkan oleh mereka. Semua menawarkan diri untuk menghandle saya. Saya sempat heran, Bank sebesar Danamon kok sepertinya tidak punya data perlakuan terhadap nasabah. Sehingga masing-masing petugas merasa dia yang bertanggung jawab menghandle saya.

Seperti yang kita tahu, bahwa bagi Nasabah CC yang menutup CC-nya, akan mendapatkan discount. Demikian pula dengan saya. Berbagai itung-itungan ditawarkan petugas Danamon. Dari sekian metode itung-itungan, saya memilih salah satu petugas yang saya percaya untuk menghandle proses penutupan CC saya. Petugas ini untuk selanjutnya saya sebut Mbak D. Sementara itu, petugas lain tetap menawarkan ini itu, saya tetep keukeuh dengan Mbak D.

Akhirnya, Mei 2007. Kesempatan menutup CC datang juga. Berbekal hitung-hitungan yang telah diberikan oleh Mbak D, saya pun melunasi tagihan di Bank Danamon BEJ Sudirman - Jakarta pada Jumat, 4 Mei 2007, jam 8:45 WIB. Diiringi dengan perasaan lega, saya meninggalkan teller tanpa memeriksa bukti pembayaran saya. Bukti tersebut segera saya lipat dan saya masukkan pada dompet. Mbak D segera saya hubungi, dan sorenya saya sempatkan untuk mengirimkan copy slip pembayaran, KTP, plus CC saya via fax. Mbak D pun memberi info bahwa tanggungan saya untuk CC Danamon sudah lunas. Surat pelunasan pun segera diproses untuk selanjutnya akan dikirim via pos ke alamat penagihan saya.

Senin, 7 Mei 2007, sekitar jam 8 pagi saya dihubungi kembali oleh petugas Danamon Surabaya menanyakan tentang tagihan saya. Tentu saja saya heran, bukannya saya sudah menyelesaikan urusan tanggungan saya, kok masih di telepon juga. Langsung saja saya jelaskan bahwa saya sudah lunas, bla bla bla ...

Siangnya, kembali saya dihubungi oleh petugas yang berbeda. Tetap menanyakan tentang tagihan saya. Emosi juga nih, emangnya sistem informasi di Danamon sedang error atau bagaimana seh, kok sampai antar petugas saja saling tidak tahu menahu. Langsung deh Mbak D saya hubungi dan saya jelaskan tentang perlakuan yang saya alami. Dan Mbak D hanya bisa memastikan bahwa saya sudah lunas. Jika ada yang menghubungi bilang saja sudah lunas.

Selasa, 8 Mei 2007, sekitar jam 8 pagi kembali saya menerima telepon dari Danamon. Tetap untuk menanyakan tentang tagihan saya. Merasa ada yang janggal, saya segera melihat ke bukti pembayaran yang tersimpan di dompet. Olala ... ternyata teller salah memasukkan data. Seharusnya 4 digit terakhir kartu CC saya adalah 4003, namun dimasukkan ke kartu dengan 4 digit terakhirnya 4000.

Siangnya, terpaksa saya harus meluangkan waktu untuk mendatangi Danamon Card Center di PangSud Surabaya. Dengan dibantu petugas di lantai 3, saya membuat surat pernyataan tentang kekeliruan yang terjadi. Mbak D pun tidak lupa saya hubungi.

Beberapa saat kemudian Mbak D menghubungi kembali, dan memberi tahu bahwa kesalahan tersebut segera akan dikoreksi. Dan meyakinkan saya bahwa proses penyelesaian surat bukti pelunasan tetap berlanjut.

Ternyata, Rabu, 9 Mei 2007, sekitar jam 2 siang, kembali petugas Danamon menghubungi saya. Sambil menyumpah-nyumpah dalam hati terhadap Bank segoblok ini, saya berusaha menjelaskan kronologis kejadian kepada petugas tersebut, sambil menyarankan agar sebelum menghubungi nasabah, lebih baik pastikan dulu data-data terkini yang ada di Bank tersebut. Termasuk surat pernyataan yang saya buat di lantai 3 DCC di PangSud. Banyaknya petugas serta banyaknya nasabah yang harus ditangani kembali dijadikan dalih oleh petugas tersebut.

Hingga saat ini, saya tidak tahu, apakah siang nanti masih ada lagi petugas Danamon yang menghubungi saya. Kalau masih ada, dan isinya menanyakan tentang pembayaran tagihan, pasti akan langsung saya pisuhi.

Ternyata benar saja, tetap ada petugas Danamon yang menelepon sekitar jam 11 siang. Tapi kali ini lain. Bukan untuk menanyakan tentang tagihan, melainkan mengkonfirmasi, bahwa setoran terakhir saya yang salah masuk itu sudah dikoreksi. Alhamdulillah, brarti misi putus hubungan dengan CC Danamon sudah sukses.

Repotnya Credit Card

Semua tentu sudah tahu bahwa jika tidak pintar-pintar memanfaatkan Credit Card, pasti akan terjerumus pada hutang dan bunga berkepanjangan. Demikian juga saya, pertama mengenal credit card sejak 2001, membuat saya harus menyisihkan sebagian penghasilan saya untuk membayar bunga dan administrasi bulanan yang tidak sedikit.

Dari 5 credit card yang saya miliki setidaknya saya harus mengeluarkan 50 - 100rb per kartu per bulan. Edhuuuuannnnn. Lha kok banyak banget ? Tentu saja, karena saya memang tidak / belum mampu untuk membayar lunas hutang-hutang tersebut yang ternyata dahulunya (pada saat pertama di acc) lebih banyak untuk belanja konsumtif.

Namun euforia credit card harus segera diberangus. Karena saya tidak berhasil bertindak bijak untuk menggunakan credit card, maka satu-satunya cara adalah dengan putus hubungan dengan credit card.

Berturut-turut 5 credit card yang saya miliki berdasarkan persetujuannya adalah CitiBank, HSBC, ANZ, Danamon, dan Niaga. Awal mula memang sungguh nikmat. Walau tidak punya uang, tapi tetap bisa foya-foya dengan nilai uang sebesar pagu yang dipercayakan pada kita. Yang kenyataannya seakan-akan itu adalah uang kita. Sementara saya bukanlah pegawai yang mendapatkan penghasilan bulanan. Jadi mau tidak mau baru bisa membayar ketika ada dana proyek yang cair. Itu pun tidak bisa membayar lunas. Kadang cuma 80%nya, malahan ada yang cuma sebatas pembayaran minimal saja.

Akhirnya, sejak akhir 2004, ditengah himpitan pengeluaran yang sering kali lebih besar dari pemasukan, saya mulai menabuh genderang perang terhadap credit card.

Yang pertama saya habisi adalah ANZ. Alasan mendasar adalah karena petugas debt collectornya (atau lebih senang saya sebut dengan setan tanpa perasaan) sudah mulai mengganggu ketenangan orang tua saya. Setan-setan itu sering kali menteror orang tua saya, menjatuhkan martabat saya, menyampaikan berita yang kurang benar, tujuannya satu agar orang tua saya merasa terganggu dan segera mendorong saya untuk menyelesaikan tagihan-tagihan saya. Dan alhamdulillah, awal 2005 ANZ berhasil saya habisi.

Yang kedua adalah HSBC. Pertengahan 2006 saya berhasil putus hubungan dengannya. Itupun ada cerita berbau penipuan yang harus saya alami untuk menyelesaikannya. Sebenarnya saya senang dengan HSBC ini. Tentu saja karena sangat cocok dengan program-programnya yang berhubungan dengan restoran. Saya benar-benar merasa termanjakan dengan All You Can Eat ala HSBC. Mungkin jika saya sudah merasa mampu menjadi manusia yang bijak memanfaatkan Credit Card, mungkin saya ingin untuk membuka aplikasi Credit Card HSBC lagi.

Nah, pada awal 2007, saya juga berhasil putus hubungan dengan CC Danamon, setelah melalui perjalanan panjang nan melelahkan.

Kini yang tersisa hanya CitiBank dan Niaga. Untuk sementara kedua CC itu masih selamat nasibnya dari PHK (putus hubungan kartu). Karena ternyata saya merasa sudah mulai bijak untuk menggunakannya.

Sekedar tips :
  • Pastikan menggunakan CC jika kita tahu betul bahwa sebelum tagihan CC dicetak, kita sudah mampu melunasinya hingga tidak ada tanggungan sama sekali.
  • Pastikan menggunakan CC hanya sebagai penunda pengeluaran. Maksudnya sebenarnya kita punya uang, namun kita memilih menggunakan CC supaya pengeluaran kita tertunda. Dan penggunaan CC harus diiringi pembekuan uang kita sejumlah yang kita gunakan pada CC. Misalnya kita menggunakan CC sebesar 100rb, maka uang 100rb di tabungan kita sudah tidak boleh diutak-atik lagi karena sudah dialokasikan untuk melunasi tagihan CC.
  • Pastikan tidak menggunakan CC pada tenant-tenant yang memberikan charge tambahan. Biasanya pada barang-barang elektronika, penjual mengenakan charge hingga 3%.
  • Sebaiknya CC tidak disimpan secara permanen pada dompet kita. Melainkan cukup diletakkan di laci meja.
  • Gunakan CC setelah cocok dengan harga barang yang kita beli. Jika ada yang lebih murah dengan tunai, sebaiknya kita beli ditempat tersebut.

Saturday, May 05, 2007

Spiderman 3


"Hei, jangan nangis lo", komentar itu terucap begitu saja saat melirik teman saya yang matanya berkaca-kaca.

Nampaknya dia terhanyut oleh adegan ending dari film yang kami tonton. Film yang ditayangkan serentak di Indonesia sejak 2 Mei 2007. Hebatnya lagi diantara beberapa gedung bioskop yang menayangkan film ini di beberapa studio sekaligus. Bahkan bisa dikatakan hampir semua gedung bioskop yang melakukannya.

Salah satunya ya gedung tempat saya nonton bareng teman-teman saya itu. XXI Studio, Plasa EX, Thamrin, Jakarta.

Sekitar jam 5 sore, saya mendarat di CGK (Cengkareng, red) setelah hampir 2 jam terbang dari Sepinggan - Balikpapan. Begitu turun, langsung menuju ke Plasa EX, Thamrin. Kira-kira jam 7-an baru nyampe di plasa EX.

Tujuan utama sih emang mau mantengin sistem advertising digital di sana. Sambil mantengin dari lantai 2, tiba-tiba konsentrasi mata terarah pada antrian di dalam XXI. HP saya yang sedari tadi bunyi tut-tut-tut mengingatkan bahwa hari itu adalah tanggal 2 Mei, jadi tergoda untuk ikutan antri.

Akhirnya 1 tiket telah ada di genggaman. Tapi bukan untuk tanggal 2 Mei. Melainkan untuk tanggal 3 Mei. Maklum, khawatir nggak nutut jika harus memaksakan diri nonton tanggal 2 Mei.

Beberapa saat kemudian, saya sudah berada di ruang kantor GoAd Digital Advertising berada. Singkat cerita, Cak Rifai dan Erwin yang ada di sana, juga berminat untuk nonton. Bertiga langsung menuju antrian. Untuk nonton tanggal 2 Mei. Jam nontonnya juga dipilih yang paling malam, agar tidak mengganggu aktivitas Erwin yang masih harus bertugas. Sementara tiket 3 Mei saya simpan, untuk saya berikan kepada yang membutuhkan. Sayang tiket 3 Mei ini akhirnya tidak digunakan oleh yang bersangkutan.



2 Mei 2007, 22.45 WIB. Film dimulai. Diawali dengan beberapa cuplikan dari sekuel sebelumnya. Selanjutnya, sebagaimana yang telah diulas diberbagai media, kami pun menikmati film ini detik demi detik.

Pertarungan demi pertarungan ...
Ciuman demi ciuman ...
Yang menggelitik untuk tertawa ...
Yang membuat menahan nafas ...

Hingga akhirnya .... ketika salah satu tokoh (Harry Osborn) harus mati. Derai air mata penonton mungkin mengiringi kepergiannya. Bahkan salah satu rekan saya pun matanya harus berkaca-kaca. Menyaksikan sebuah usaha dan pengorbanan untuk menebus kesalahan kepada sobat karib yang selama ini menyayanginya.