Maraknya pembahasan perda tentang parkir di Surabaya, yang juga diwarnai dengan rentetan protes dari kalangan petugas parkir, baik yang resmi maupun yang tidak jelas asal usulnya, mendorong saya untuk menyampaikan sedikit urun rembug.
Ruang lingkup pembahasan :
Saya tidak ingin melebar ke berbagai masalah parkir dari yang diperdakan. Cukup mengkhususkan ke parkir tepi jalan umum saja.
Pemerintah Kota sudah seharusnya memfasilitasi semua titik parkir tepi jalan umum yang ada di Surabaya dengan rambu khusus yang mudah dikenali dan dipasang di tempat yang mudah dilihat. Hal ini untuk membedakan mana tempat yang memang merupakan titik parkir tepi jalan umum, dan mana yang liar. Sehingga jika ada kendala atau permasalahan antara petugas parkir dan pemilik kendaraan, dasar hukum yang dipakai bisa jelas.
Pemerintah harus berusaha untuk mengurangi parkir-parkir liar juga harus tetap digalakkan. Dan petugas parkir yang sudah ada, langsung diterima sebagai petugas parkir resmi. Biasanya hal ini seringkali dimanfaatkan oknum-oknum untuk mempersulitnya. Meminta sejumlah uang agar petugas parkir yang sudah ada mendapatkan registrasi sebagai petugas parkir resmi. Bisa jadi hal ini juga yang menyebabkan petugas parkir yang ada sekarang ramai-ramai memprotes perda parkir.
Pemerintah harus menangani pelanggaran-pelanggaran pengelolaan parkir yang sudah jelas-jelas melanggar aturan. Seperti di sekeliling siola, mereka menerapkan tarif parkir seribu rupiah untuk sepeda motor. Jelas ini merupakan pelanggaran yang harus ditindak secara serius agar tidak menjadi contoh untuk titik-titik parkir tepi jalan umum lainnya. Misalnya dengan cara mengajukan ke pengadilan karena dianggap melakukan pemerasan atau pungutan liar.
Pemerintah dalam menerapkan tarif, usahakan yang mudah penanganannya. Jangan sampai menggunakan tarif yang susah, seperti 300 rupiah untuk sepeda motor seperti saat ini. Langsung saja 500 rupiah.
Masyarakat pemilik kendaraan juga diharapkan lebih peduli terhadap penanganan parkir. Saat ini yang menjadi kendala utama pemilik kendaraan untuk bersikap tegas pada aturan adalah kekhawatiran keselamatan kendaraan. Mereka terpaksa mengeluarkan uang lebih dari yang aturan yang telah ditetapkan, dari pada kendaraannya harus mengalami hal-hal yang tidak diinginkan. Goresan paku 3 cm saja di mobil harus menyebabkan pemilik mobil mengeluarkan uang di atas 1 juta untuk memperbaiki.
Petugas parkir harus menyadari, bahwa mereka bekerja harus sesuai dengan aturan. Tidak boleh berlaku sewenang wenang dan mengatasnamakan kemiskinan dan kesulitan ekonomi untuk bertindak seenaknya. Sungguh aneh melihat kekhawatiran yang diangkat ke permukaan adalah jika perda diberlakukan, mau mencari makan dengan cara apa para petugas parkir. Apa mau jadi perampok atau penjahat ? Dari nadanya saja, mengesankan para petugas parkir berasal dari orang-orang yang tidak didasari iman. Naudzubillahi mindzalik.
Optimalkan posko pengaduan masyarakat yang rencananya akan dibangun di 5 tempat di Surabaya. Jangan cuma dijadikan sebagai macam ompong, yang cuma bisa menerima pengaduan namun tidak dilanjutkan dengan tindakan semestinya. Banyak sekali laporan penyelewengan yang akhirnya hanya menjadi tumpukan sampah karena tidak ditindaklanjuti.
Aturan pengelolaan harus jelas. Distribusi keuangan juga harus jelas. Pangkas semaksimal mungkin jalur distribusi kascis parkir dan uang hasil parkir. Banyak sekali petugas parkir yang ketika saya tanya tentang karcis parkir mengaku jika mereka harus menyetorkan uang yang lebih dari nilai karcis sebenarnya. Mafia parkir juga harus dihabisi sampai ke akar-akarnya. Jika ada pegawai Pemerintah Kota atau anggota DPR yang bagian dari mafia tersebut, sudah saatnya ditindak tegas. Kalau perlu dipecat (Pecat, tindakan yang hampir tidak ada pada pegawai negeri).
Adapun tentang aturan, ada beberapa saran yang ingin saya sampaikan. Juga mengacu dari ide-ide yang telah dibahas sebelumnya.
Dari uraian di atas, masih ada kekurangannya. Yaitu penerapan komisi petugas parkir berdasarkan pemasukan parkir (jumlah kendaraan yang parkir, red). Hal ini akan menjadi sulit ketika semua kendaraan yang parkir sudah mengikuti parkir berlangganan, maka karcis parkir tidak akan terpakai. Dan jika cara menghitung komisi dilihat dari karcis yang terpakai, tentu hal ini tidak akan cocok lagi.
Intinya, usaha yang sungguh-sungguh dari Pemerintah, niat bekerja yang luhur dari petugas parkir, serta kesiapan masyarakat untuk mendukungnya, merupakan modal utama agar penanganan parkir tepi jalan umum di Surabaya dapat dikelola dengan tertib.
Ruang lingkup pembahasan :
Saya tidak ingin melebar ke berbagai masalah parkir dari yang diperdakan. Cukup mengkhususkan ke parkir tepi jalan umum saja.
Pemerintah Kota sudah seharusnya memfasilitasi semua titik parkir tepi jalan umum yang ada di Surabaya dengan rambu khusus yang mudah dikenali dan dipasang di tempat yang mudah dilihat. Hal ini untuk membedakan mana tempat yang memang merupakan titik parkir tepi jalan umum, dan mana yang liar. Sehingga jika ada kendala atau permasalahan antara petugas parkir dan pemilik kendaraan, dasar hukum yang dipakai bisa jelas.
Pemerintah harus berusaha untuk mengurangi parkir-parkir liar juga harus tetap digalakkan. Dan petugas parkir yang sudah ada, langsung diterima sebagai petugas parkir resmi. Biasanya hal ini seringkali dimanfaatkan oknum-oknum untuk mempersulitnya. Meminta sejumlah uang agar petugas parkir yang sudah ada mendapatkan registrasi sebagai petugas parkir resmi. Bisa jadi hal ini juga yang menyebabkan petugas parkir yang ada sekarang ramai-ramai memprotes perda parkir.
Pemerintah harus menangani pelanggaran-pelanggaran pengelolaan parkir yang sudah jelas-jelas melanggar aturan. Seperti di sekeliling siola, mereka menerapkan tarif parkir seribu rupiah untuk sepeda motor. Jelas ini merupakan pelanggaran yang harus ditindak secara serius agar tidak menjadi contoh untuk titik-titik parkir tepi jalan umum lainnya. Misalnya dengan cara mengajukan ke pengadilan karena dianggap melakukan pemerasan atau pungutan liar.
Pemerintah dalam menerapkan tarif, usahakan yang mudah penanganannya. Jangan sampai menggunakan tarif yang susah, seperti 300 rupiah untuk sepeda motor seperti saat ini. Langsung saja 500 rupiah.
Masyarakat pemilik kendaraan juga diharapkan lebih peduli terhadap penanganan parkir. Saat ini yang menjadi kendala utama pemilik kendaraan untuk bersikap tegas pada aturan adalah kekhawatiran keselamatan kendaraan. Mereka terpaksa mengeluarkan uang lebih dari yang aturan yang telah ditetapkan, dari pada kendaraannya harus mengalami hal-hal yang tidak diinginkan. Goresan paku 3 cm saja di mobil harus menyebabkan pemilik mobil mengeluarkan uang di atas 1 juta untuk memperbaiki.
Petugas parkir harus menyadari, bahwa mereka bekerja harus sesuai dengan aturan. Tidak boleh berlaku sewenang wenang dan mengatasnamakan kemiskinan dan kesulitan ekonomi untuk bertindak seenaknya. Sungguh aneh melihat kekhawatiran yang diangkat ke permukaan adalah jika perda diberlakukan, mau mencari makan dengan cara apa para petugas parkir. Apa mau jadi perampok atau penjahat ? Dari nadanya saja, mengesankan para petugas parkir berasal dari orang-orang yang tidak didasari iman. Naudzubillahi mindzalik.
Optimalkan posko pengaduan masyarakat yang rencananya akan dibangun di 5 tempat di Surabaya. Jangan cuma dijadikan sebagai macam ompong, yang cuma bisa menerima pengaduan namun tidak dilanjutkan dengan tindakan semestinya. Banyak sekali laporan penyelewengan yang akhirnya hanya menjadi tumpukan sampah karena tidak ditindaklanjuti.
Aturan pengelolaan harus jelas. Distribusi keuangan juga harus jelas. Pangkas semaksimal mungkin jalur distribusi kascis parkir dan uang hasil parkir. Banyak sekali petugas parkir yang ketika saya tanya tentang karcis parkir mengaku jika mereka harus menyetorkan uang yang lebih dari nilai karcis sebenarnya. Mafia parkir juga harus dihabisi sampai ke akar-akarnya. Jika ada pegawai Pemerintah Kota atau anggota DPR yang bagian dari mafia tersebut, sudah saatnya ditindak tegas. Kalau perlu dipecat (Pecat, tindakan yang hampir tidak ada pada pegawai negeri).
Adapun tentang aturan, ada beberapa saran yang ingin saya sampaikan. Juga mengacu dari ide-ide yang telah dibahas sebelumnya.
- Manfaatkan program berhadiah yang diundi dari karcis retribusi parkir yang diterima dari petugas parkir. Dengan cara ini, maka pemilik kendaraan terpacu untuk meminta karcis parkir. Karena akan diundi secara berkala. Ingat, bangsa Indonesia masih senang dengan silaunya undian.
- Petugas parkir mendapatkan bukti menerima tiket parkir dari Dinas Perhubungan. Setelah selesai bertugas, petugas parkir wajib membayarkan sejumlah bonggol karcis yang digunakan pada loket Dispenda. Dengan bukti pembayaran ini, petugas parkir baru dapat mengambil bonggol tiket karcis parkir baru. Harga 1 bonggol karcis (biasanya berisi 100 lembar) sudah ditentukan secara transparan. Misalnya 20 ribu untuk setiap bonggol parkir sepeda motor. Dan 60 ribu untuk setiap bonggol parkir mobil. Dengan cara ini, petugas parkir akan mendapatkan karcis parkir dengan nilai semestinya. Sehingga mereka pun bisa mengenakan tarif yang sesuai dengan perda (tercantum pada karcis parkir) pada pemilik kendaraan.
- Petugas parkir harus memiliki nomor registrasi, yang dipasang pada tanda pengenal yang dilengkapi dengan foto. Tanda pengenal ini wajib digunakan selama mereka bertugas. Pemilik kendaraan berhak tidak memberikan uang jika petugas tidak mampu menunjukkan tanda pengenal dan karcis retribusi resmi sesuai dengan fungsinya. Data petugas parkir dikelola secara lengkap, termasuk titik tempatnya bekerja serta data karcis parkir yang digunakan. Dengan data ini, pemerintah dapat mengatur gaji serta komisi yang akan diberikan. Agar tidak terjadi antrian pada saat penyerahan gaji, sebaiknya memanfaatkan jasa perbankan untuk pembayaran gaji dan komisi. Walau masih terdapat kekurangan di sana sini, namun penggunaan komputerisasi terbukti cukup ampuh memberantas pungli-pungli yang tidak semestinya.
- Khusus bagi pemilik kendaraan yang ingin menggunakan jasa parkir berlangganan, tetap diijinkan untuk memanfaatkannya tanpa ada paksaan. Keuntungannya adalah mereka dapat parkir tanpa perlu membayar lagi. Tentunya pada titik-titik parkir tepi jalan yang dilengkapi dengan rambu khusus.
Dari uraian di atas, masih ada kekurangannya. Yaitu penerapan komisi petugas parkir berdasarkan pemasukan parkir (jumlah kendaraan yang parkir, red). Hal ini akan menjadi sulit ketika semua kendaraan yang parkir sudah mengikuti parkir berlangganan, maka karcis parkir tidak akan terpakai. Dan jika cara menghitung komisi dilihat dari karcis yang terpakai, tentu hal ini tidak akan cocok lagi.
Intinya, usaha yang sungguh-sungguh dari Pemerintah, niat bekerja yang luhur dari petugas parkir, serta kesiapan masyarakat untuk mendukungnya, merupakan modal utama agar penanganan parkir tepi jalan umum di Surabaya dapat dikelola dengan tertib.
No comments:
Post a Comment