Bagi pemegang Credit Card, khususnya yang beberapa kali mengalami keterlambatan akut dalam membayar tagihan setiap bulannya, pasti akan merasakan hebohnya para debt collector beraksi. Naudzubillaahi min dzalik. Jangan sampai ada saudara, anak, famili saya yang mau berprofesi seperti itu.
Ini adalah kisah saya dalam menutup credit card HSBC yang sudah 5 tahun saya miliki. Kisah ini dimulai dari ketidakberdayaan saya membayar tagihan credit card HSBC. Pembayaran terakhir adalah Oktober 2005 yang membuat posisi tagihan saat itu menjadi tersisa hampir 2.7jt. Bulan-bulan berikutnya kondisi ekonomi saya sangat mencekam dan menghimpit. Dana proyek banyak yang tertunda dibayarkan, sementara kebutuhan sehari-hari juga semakin besar. Baik kebutuhan operasional proyek maupun kebutuhan rumah tangga. Kredit card yang lain pun juga harus tetap diopeni (selain HSBC, pada saat itu saya masih mempunyai Citibank, Danamon, dan Niaga).
Hingga bulan Januari 2006 saya tidak membayarkan cicilan tagihan pada HSBC. Karena sudah kepalang basah. Sudah terlanjur. Dana yang ada lebih saya prioritaskan untuk mengamankan posisi credit card lainnya serta memenuhi kebutuhan pengeluaran proyek (pekerjaan) dan keluarga. Selama waktu tersebut, telepon demi telepon tagihan berdering tak kenal lelah. Pertengkaran via phone dengan debt collector pun menjadi hiasan setiap saat.
Namun setelah bulan Januari 2006, tekanan dari pihak HSBC mulai surut, bahkan hilang sama sekali. Dalam hati selain merasakan tenang, juga muncul khawatir. Tenang karena tekanan dari HSBC sudah reda. Khawatir karena pasti berkas saya sudah dilimpahkan ke pihak ketiga.
Lama tak ada hubungan lagi dengan HSBC, hingga akhirnya pada awal bulan Juni 2006 mulai lagi telepon dari orang berlogat (maaf) Batak yang menghubungi saya mengaku atas nama HSBC. Dia mengaku bernama Eliper. Perbincangan pun terjadi, yang intinya tentang komitmen saya menyelesaikan tagihan. Yang jelas, tagihan yang pada Oktober 2005 hanya berkisar 2.7jt, sudah membengkak sedemikian rupa menjadi 4.180.000,00. Wow, 1jt lebih bunga berbunga plus denda yang harus saya tanggung. Akhirnya kesepakatan terjadi. Tawaran menyelesaikan tagihan selama 2 bulan, masing-masing 1.5jt per bulan, pun saya terima. Jadi totalnya menjadi 3jt. Diskon yang diberikan adalah sekitar 30%. Harus saya bayarkan pada tanggal 15 Juli dan 15 Agustus.
Saya pun berusaha mempersiapkan 1.5jt khusus untuk tanggal 15 Juli. Namun, pada 10 Juli saya dihubungi oleh orang Batak yang berbeda. Kali ini dia menawarkan diskon yang lebih menggiurkan, asalkan saya mau membayar sekaligus. Nilai yang harus saya bayarkan menjadi hanya 2.5jt saja, namun harus dibayarkan sekaligus. Saya pun tertarik dengan tawaran terbaru ini. Lumayan, 500rb selisihnya. Namun saya sadari pada 15 Juli saya belum punya tambahan 1jt, karena yang sudah saya siapkan hanya 1.5jt saja. Akhirnya saya meminta perpanjangan waktu, dan diberi kesempatan 10 hari lagi. Jadi tanggal 25 Juli saya sudah harus menyelesaikan sejumlah tersebut.
Alhamdulillah, Allah Maha Kaya. Tanpa harus menunggu lama, sekitar tanggal 20 Juli saya sudah memiliki dana yang cukup. Tidak hanya sebesar 2.5jt untuk HSBC, namun credit card lain pun berhasil saya bayar dalam jumlah yang cukup. Walau belum bisa semuanya hingga 0.
Saya pun segera menghubungi Bp. Eliper pada Sabtu 22 Juli melalui nomor yang diberikan. Saya berniat segera membayarkan secepatnya karena pada hari Minggu saya harus ke luar kota hingga Rabu. Namun jawaban pak Eliper adalah, meminta agar uang tersebut di transfer pada rekeningnya. Karena rekening yang diberikan adalah rekening pribadi di BNI, dan atas nama someone, maka saya tidak bersedia. Akhirnya pak Eliper pun berjanji bahwa dia akan segera mengambilnya.
Kenyatannya, hingga Minggu sore pak Eliper tak kunjung datang. Saya pun berencana menitipkan dana tersebut ke istri saya. Namun tidak jadi, karena istri saya takut berhadapan dengan debt collector. Takut keliru, tertipu, dan lain sebagainya. Sorenya saya tetap harus berangkat ke Jember jam 4 sore menggunakan kereta api Cantik jurusan Surabaya - Jember.
Merasa tidak nyaman, pada hari Senin, saya kembali menghubungi Bp. Eliper. Namun solusi yang diberikan tetap saja minta dana itu ditransfer ke Rekening BNI yang telah disebutkan. Saya tidak keberatan, asalkan saya diberi alamat lengkap kantornya, plus nomor teleponnya sekalian. Mendengar permintaan saya, Bp. Eliper malah marah. Menganggap saya ingin mempermainkannya, atau sekedar ingin mencari-cari alasan karena tidak bisa membayarnya. Akhirnya saya putuskan, kalau memang Bp. Eliper percaya pada saya bahwa saya bersungguh-sungguh komitmen menyelesaikannya, maka saya minta diberi waktu 1 hari lagi. Jadi Bp. Eliper bisa datang ke rumah mengambil dana pembayaran tersebut pada tanggal 26 Juli. Dan Bp. Eliper pun sepakat.
Pada 25 Juli, siang hari, tiba-tiba saya dikejutkan dengan telepon istri saya yang menceritakan terjadi kejadian yang memalukan dan menakutkan di rumah. Bp. Eliper datang beserta rekannya untuk menagih pembayaran saya. Karena dengan logat Batak yang sangat kental, ketika itu adik ipar saya pun takut membukakan pintu pagar. Sehingga pembicaraan terjadi dibatasi dengan pagar antara mereka. Bagi saya yang sudah terbiasa bergaul dengan orang Batak, mungkin merasa biasa dengan cara bicara orang Batak. Tidak demikian dengan keluarga istri saya (saat itu saya masih tinggal dengan mertua). Mereka sangat ketakutan, jangan-jangan orang-orang yang datang ini mau membikin onar. Yang jelas mertua saya khususnya, sangat malu. Karena omongan-omongan yang diucapkan oleh Bp. Eliper dan rekannya sempat terdengar oleh warga sekitar.
Mendengar cerita istri saya yang entah benar atau hanya salah paham saja, saya pun segera menghubungi Bp. Eliper. Saya tidak terima karena Bp. Eliper sudah melanggar kesepakatan yang sudah dibuat. Bukankan pada Senin hari sebelumnya, sudah ada kesepakatan Bp. Eliper mau datang pada hari Rabu. Bukan hari Selasa seperti yang dilakukannya. Mendengar omelan-omelan saya, Bp. Eliper hanya mengucapkan kata maaf, tanpa ada perasaan bersalah sama sekali.
Tanggal 26 Juli, sore hari, Bp. Eliper kembali datang. Tetap beserta rekannya yang saya ketahui bernama Bp. Toni. Bp. Toni inilah yang menerima pembayaran dan memberi tanda terima pada saya. Pada tanda terima tersebut tertulis nama Toni dan tandatangannya. Selanjutnya mereka menjanjikan akan segera mengirimkan bukti lunas secepatnya.
Hingga 2 minggu, saya belum juga mendapatkan bukti lunas yang dijanjikan. Saya pun segera menghubungi Bp. Eliper. Dia hanya bisa melakukan cross check ke petugas yang bertugas masalah administrasi.
Saya tunggu lagi hingga 3 bulan. Pada akhir Oktober 2006 saya kembali bertanya tentang bukti lunas yang dijanjikan pada Bp. Eliper. Hal ini karena saya sedang ada masalah kecil dengan credit card yang lain, yaitu Danamon. Bp. Eliper pun hanya bisa janji ini itu tanpa ada tindak lanjut yang jelas.
Waktu berlalu, hingga Maret 2007. Tiba-tiba saya dikejutkan oleh telepon seseorang bernama Ricky dari Jakarta yang mengaku dari HSBC. Menyampaikan bahwa saya masih memiliki tanggungan hutang sebesar hampir 4.5jt. Waduh, bencana apa lagi ini. Tentu saja saya menyangkalnya dan menyatakan sudah menyelesaikan tagihan HSBC sejak Juli 2006. Pak Ricky pun minta diberi penjelasan,dan saya pun dengan seksama menceritakan kronologinya. Akhirnya pak Ricky hanya meminta dikirimkan bukti pembayaran yang sudah saya lakukan dahulu.
Untung saja semua bukti-bukti pembayaran hingga catatan-catatan yang diberikan oleh Bp. Eliper masih saya simpan dengan baik. Padahal nomor handphone yang diberikan, sudah tidak bisa dihubungi lagi. Bahkan nomor telepon kantor yang diberikan juga tidak bisa dihubungi. Ketika saya menelepon nomor telepon yang diberikan oleh 108 berdasarkan alamat kantor yang diberikan pada saya, ternyata yang menerima adalah orang yang sama sekali tidak paham dengan maksud saya. Waduh, JANGAN-JANGAN SAYA DITIPU ...
Saya pun segera mencoba mengirim semua bukti tersebut via fax ke pak Ricky, sambil berharap pak Ricky bisa membantu saya untuk menyelidiki kejadian yang sebenarnya. Namun karena terlalu lama, bukti pembayaran lembar berwarna kuning yang diberikan pada saya sudah mulai luntur catatannya. Pada kiriman pertama, tulisan itu sama sekali tidak tertangkap mesin fax. Sehingga yang terkirim seakan-akan blanko pembayaran HSBC dengan tulisan yang hampir tidak nampak. Itu seperti yang dilaporkan pak Ricky. Saya pun kebingungan, bagaimana ini. Bagaimana cara saya agar bisa mengirimkan buktinya. Pak Ricky memberi solusi supaya bukti itu dikirim saja via pos. Dikirim ? Nggak mungkinlah. Kalau dikirim, lantas bukti apa lagi yang saya miliki.
Akhirnya timbul ide untuk saya fotocopy dulu sebelum saya kirimkan via fax. Alhamdulillah hasil mesin fotocopy lumayan terlihat. Semua tulisan terbaca dengan baik. Dari fotocopy itu, saya kirimkan via fax. Dan bisa diterima dengan baik oleh pak Ricky. Pak Ricky pun akan berusaha menyelesaikan permasalahan ini, dan jika selesai akan segera mengirimkan surat lunas ke saya.
Hingga sekarang, berarti sudah 2 bulan lebih sejak saya dihubungi oleh pak Ricky. Namun bukti lunas yang saya tunggu-tunggu tak kunjung datang juga. Mudah-mudahan saya sedang tidak ditipu untuk yang kedua kalinya oleh debt collector HSBC.
Ini adalah kisah saya dalam menutup credit card HSBC yang sudah 5 tahun saya miliki. Kisah ini dimulai dari ketidakberdayaan saya membayar tagihan credit card HSBC. Pembayaran terakhir adalah Oktober 2005 yang membuat posisi tagihan saat itu menjadi tersisa hampir 2.7jt. Bulan-bulan berikutnya kondisi ekonomi saya sangat mencekam dan menghimpit. Dana proyek banyak yang tertunda dibayarkan, sementara kebutuhan sehari-hari juga semakin besar. Baik kebutuhan operasional proyek maupun kebutuhan rumah tangga. Kredit card yang lain pun juga harus tetap diopeni (selain HSBC, pada saat itu saya masih mempunyai Citibank, Danamon, dan Niaga).
Hingga bulan Januari 2006 saya tidak membayarkan cicilan tagihan pada HSBC. Karena sudah kepalang basah. Sudah terlanjur. Dana yang ada lebih saya prioritaskan untuk mengamankan posisi credit card lainnya serta memenuhi kebutuhan pengeluaran proyek (pekerjaan) dan keluarga. Selama waktu tersebut, telepon demi telepon tagihan berdering tak kenal lelah. Pertengkaran via phone dengan debt collector pun menjadi hiasan setiap saat.
Namun setelah bulan Januari 2006, tekanan dari pihak HSBC mulai surut, bahkan hilang sama sekali. Dalam hati selain merasakan tenang, juga muncul khawatir. Tenang karena tekanan dari HSBC sudah reda. Khawatir karena pasti berkas saya sudah dilimpahkan ke pihak ketiga.
Lama tak ada hubungan lagi dengan HSBC, hingga akhirnya pada awal bulan Juni 2006 mulai lagi telepon dari orang berlogat (maaf) Batak yang menghubungi saya mengaku atas nama HSBC. Dia mengaku bernama Eliper. Perbincangan pun terjadi, yang intinya tentang komitmen saya menyelesaikan tagihan. Yang jelas, tagihan yang pada Oktober 2005 hanya berkisar 2.7jt, sudah membengkak sedemikian rupa menjadi 4.180.000,00. Wow, 1jt lebih bunga berbunga plus denda yang harus saya tanggung. Akhirnya kesepakatan terjadi. Tawaran menyelesaikan tagihan selama 2 bulan, masing-masing 1.5jt per bulan, pun saya terima. Jadi totalnya menjadi 3jt. Diskon yang diberikan adalah sekitar 30%. Harus saya bayarkan pada tanggal 15 Juli dan 15 Agustus.
Saya pun berusaha mempersiapkan 1.5jt khusus untuk tanggal 15 Juli. Namun, pada 10 Juli saya dihubungi oleh orang Batak yang berbeda. Kali ini dia menawarkan diskon yang lebih menggiurkan, asalkan saya mau membayar sekaligus. Nilai yang harus saya bayarkan menjadi hanya 2.5jt saja, namun harus dibayarkan sekaligus. Saya pun tertarik dengan tawaran terbaru ini. Lumayan, 500rb selisihnya. Namun saya sadari pada 15 Juli saya belum punya tambahan 1jt, karena yang sudah saya siapkan hanya 1.5jt saja. Akhirnya saya meminta perpanjangan waktu, dan diberi kesempatan 10 hari lagi. Jadi tanggal 25 Juli saya sudah harus menyelesaikan sejumlah tersebut.
Alhamdulillah, Allah Maha Kaya. Tanpa harus menunggu lama, sekitar tanggal 20 Juli saya sudah memiliki dana yang cukup. Tidak hanya sebesar 2.5jt untuk HSBC, namun credit card lain pun berhasil saya bayar dalam jumlah yang cukup. Walau belum bisa semuanya hingga 0.
Saya pun segera menghubungi Bp. Eliper pada Sabtu 22 Juli melalui nomor yang diberikan. Saya berniat segera membayarkan secepatnya karena pada hari Minggu saya harus ke luar kota hingga Rabu. Namun jawaban pak Eliper adalah, meminta agar uang tersebut di transfer pada rekeningnya. Karena rekening yang diberikan adalah rekening pribadi di BNI, dan atas nama someone, maka saya tidak bersedia. Akhirnya pak Eliper pun berjanji bahwa dia akan segera mengambilnya.
Kenyatannya, hingga Minggu sore pak Eliper tak kunjung datang. Saya pun berencana menitipkan dana tersebut ke istri saya. Namun tidak jadi, karena istri saya takut berhadapan dengan debt collector. Takut keliru, tertipu, dan lain sebagainya. Sorenya saya tetap harus berangkat ke Jember jam 4 sore menggunakan kereta api Cantik jurusan Surabaya - Jember.
Merasa tidak nyaman, pada hari Senin, saya kembali menghubungi Bp. Eliper. Namun solusi yang diberikan tetap saja minta dana itu ditransfer ke Rekening BNI yang telah disebutkan. Saya tidak keberatan, asalkan saya diberi alamat lengkap kantornya, plus nomor teleponnya sekalian. Mendengar permintaan saya, Bp. Eliper malah marah. Menganggap saya ingin mempermainkannya, atau sekedar ingin mencari-cari alasan karena tidak bisa membayarnya. Akhirnya saya putuskan, kalau memang Bp. Eliper percaya pada saya bahwa saya bersungguh-sungguh komitmen menyelesaikannya, maka saya minta diberi waktu 1 hari lagi. Jadi Bp. Eliper bisa datang ke rumah mengambil dana pembayaran tersebut pada tanggal 26 Juli. Dan Bp. Eliper pun sepakat.
Pada 25 Juli, siang hari, tiba-tiba saya dikejutkan dengan telepon istri saya yang menceritakan terjadi kejadian yang memalukan dan menakutkan di rumah. Bp. Eliper datang beserta rekannya untuk menagih pembayaran saya. Karena dengan logat Batak yang sangat kental, ketika itu adik ipar saya pun takut membukakan pintu pagar. Sehingga pembicaraan terjadi dibatasi dengan pagar antara mereka. Bagi saya yang sudah terbiasa bergaul dengan orang Batak, mungkin merasa biasa dengan cara bicara orang Batak. Tidak demikian dengan keluarga istri saya (saat itu saya masih tinggal dengan mertua). Mereka sangat ketakutan, jangan-jangan orang-orang yang datang ini mau membikin onar. Yang jelas mertua saya khususnya, sangat malu. Karena omongan-omongan yang diucapkan oleh Bp. Eliper dan rekannya sempat terdengar oleh warga sekitar.
Mendengar cerita istri saya yang entah benar atau hanya salah paham saja, saya pun segera menghubungi Bp. Eliper. Saya tidak terima karena Bp. Eliper sudah melanggar kesepakatan yang sudah dibuat. Bukankan pada Senin hari sebelumnya, sudah ada kesepakatan Bp. Eliper mau datang pada hari Rabu. Bukan hari Selasa seperti yang dilakukannya. Mendengar omelan-omelan saya, Bp. Eliper hanya mengucapkan kata maaf, tanpa ada perasaan bersalah sama sekali.
Tanggal 26 Juli, sore hari, Bp. Eliper kembali datang. Tetap beserta rekannya yang saya ketahui bernama Bp. Toni. Bp. Toni inilah yang menerima pembayaran dan memberi tanda terima pada saya. Pada tanda terima tersebut tertulis nama Toni dan tandatangannya. Selanjutnya mereka menjanjikan akan segera mengirimkan bukti lunas secepatnya.
Hingga 2 minggu, saya belum juga mendapatkan bukti lunas yang dijanjikan. Saya pun segera menghubungi Bp. Eliper. Dia hanya bisa melakukan cross check ke petugas yang bertugas masalah administrasi.
Saya tunggu lagi hingga 3 bulan. Pada akhir Oktober 2006 saya kembali bertanya tentang bukti lunas yang dijanjikan pada Bp. Eliper. Hal ini karena saya sedang ada masalah kecil dengan credit card yang lain, yaitu Danamon. Bp. Eliper pun hanya bisa janji ini itu tanpa ada tindak lanjut yang jelas.
Waktu berlalu, hingga Maret 2007. Tiba-tiba saya dikejutkan oleh telepon seseorang bernama Ricky dari Jakarta yang mengaku dari HSBC. Menyampaikan bahwa saya masih memiliki tanggungan hutang sebesar hampir 4.5jt. Waduh, bencana apa lagi ini. Tentu saja saya menyangkalnya dan menyatakan sudah menyelesaikan tagihan HSBC sejak Juli 2006. Pak Ricky pun minta diberi penjelasan,dan saya pun dengan seksama menceritakan kronologinya. Akhirnya pak Ricky hanya meminta dikirimkan bukti pembayaran yang sudah saya lakukan dahulu.
Untung saja semua bukti-bukti pembayaran hingga catatan-catatan yang diberikan oleh Bp. Eliper masih saya simpan dengan baik. Padahal nomor handphone yang diberikan, sudah tidak bisa dihubungi lagi. Bahkan nomor telepon kantor yang diberikan juga tidak bisa dihubungi. Ketika saya menelepon nomor telepon yang diberikan oleh 108 berdasarkan alamat kantor yang diberikan pada saya, ternyata yang menerima adalah orang yang sama sekali tidak paham dengan maksud saya. Waduh, JANGAN-JANGAN SAYA DITIPU ...
Saya pun segera mencoba mengirim semua bukti tersebut via fax ke pak Ricky, sambil berharap pak Ricky bisa membantu saya untuk menyelidiki kejadian yang sebenarnya. Namun karena terlalu lama, bukti pembayaran lembar berwarna kuning yang diberikan pada saya sudah mulai luntur catatannya. Pada kiriman pertama, tulisan itu sama sekali tidak tertangkap mesin fax. Sehingga yang terkirim seakan-akan blanko pembayaran HSBC dengan tulisan yang hampir tidak nampak. Itu seperti yang dilaporkan pak Ricky. Saya pun kebingungan, bagaimana ini. Bagaimana cara saya agar bisa mengirimkan buktinya. Pak Ricky memberi solusi supaya bukti itu dikirim saja via pos. Dikirim ? Nggak mungkinlah. Kalau dikirim, lantas bukti apa lagi yang saya miliki.
Akhirnya timbul ide untuk saya fotocopy dulu sebelum saya kirimkan via fax. Alhamdulillah hasil mesin fotocopy lumayan terlihat. Semua tulisan terbaca dengan baik. Dari fotocopy itu, saya kirimkan via fax. Dan bisa diterima dengan baik oleh pak Ricky. Pak Ricky pun akan berusaha menyelesaikan permasalahan ini, dan jika selesai akan segera mengirimkan surat lunas ke saya.
Hingga sekarang, berarti sudah 2 bulan lebih sejak saya dihubungi oleh pak Ricky. Namun bukti lunas yang saya tunggu-tunggu tak kunjung datang juga. Mudah-mudahan saya sedang tidak ditipu untuk yang kedua kalinya oleh debt collector HSBC.
5 comments:
Bp Salim, seharusnya bapak tidak perlu membayar ke debt collector dengan cara seperti itu, cara yg paling baik jika bapak ingin menyelesaikan hutang bapak adalah datang ke bank tsb.
Jika melalui debt collector, uang yg bapak setor akan masuk ke pundi debt collector itu sendiri dan tidak melalui bank karena pada dasarnya pihak bank memiliki tenggang waktu untuk menagih dan jika waktu tersebut sudah jatuh tempo, maka tagihan akan di limpahkan ke pihak ke 3 yg dalam hal ini adalah debt collector.
Nah disinilah cara debt collector beraksi.Dalam jangka waktu tertentu debt collector tsb harus bisa menagih hutang yg ada dibapak karena debt collectorpun memiliki batas waktu yg harus dia tagih, jika tidak maka akan di limpahkan lagi ke debt collector yg lain yg dalam hal ini ke orang lain, Jadi jangan heran jika semakin lama debt collector tersebut memberikan discount yg semakin besar kepada bapak.
Ya ampun pak....itu collector kan bertindak atas nama HSBC jadi semestinya HSBC itu berurusan dengan Agensi yang mempekerjakan debt collector tersebut, bukan dengan nasabah. Memangnya itu agensi cq deb collector bisa melakukan hal itu dari mana kalau bukan dari HSBC sendiri...? aneh kan...ini namanya melempar tanggung jawab agensi ke nasabah....intinya jangan bayar lagi karena jelas-jelas itu urusan HSBC dengan agensi bukan dengan nasabah....kan data-data udah dilempar semua ke agensi berarti agensi mempunyai tugas dan hak untuk menagih, ketika bisa tertagih trus uangnya gak di setorkan ke HSBC ya itu urusan Agensi bukan lagi urusan nasabah.....wong HSBC juga gak bakalan bangkrut kok....semua kan sudah diasuransikan ....pegang terus bukti itu pak....jangan sampe hilang......!!!
saya tertarik dengan kasus anda, karena sama persis dengan apa yang sedang saya alami saat ini hanya banknya yang berbeda. kalau saya di Bank DANAMON Cabang Kosambi Bandung. sudah 3 bulan lebih bukti pelunasan tidak kunjung saya terima padahal bukti pembayaran sudah saya kirimkan ke Jakarta atas permintaan Danamon Pusat namanya Ibu RANI. tetapi sampai saat ini tidak jelas juntrungnya! kalau menyimak tulisan anda mungkin saja benar adanya "MAFIA UANG NASABAH" melalui tangan debt collector yang melibatkan orang dalam Bank tersebut!! ayo pak kita laporkan saja sebagai penggelapan!! jangan takut!
Menurut saya ketika kita dalam kesempitan sehingga tidak bisa memenuhi kewajiban dengan ppihak Bank sebaiknya hadapi para debt-collector (DC) yang menelpon/meneror dsb. Apabila diperkarakan oleh pihak Bank pun peraranya perdata. Kalau para DC datang coba jelaskan bahwa dengan membawa informasi tentang nasabah baik saldo rekening apalagi hutang tentunya sudah melanggar hukum. Polisi saja harus meminta ijin ke pihak BI terlebih dahulu sebelum membuka rekening seseorang walaupun sudah jelas yang bersangkutan tersangkut pidana.Pihak bank mengeluarkan (write-off) piutang-piutang yang tak tertagih (NPL:Non performing Loan) dari pembukuan agar tidak membebani neraca sehingga Bank tetap dianggap sehat. Pihak ketiga disini bertindak sebagai penyedia jasa untuk menagihkan (recover) dana-dana tersebut. Bahkan ada yang membeli hutang si nasabah lalu mencicil kepada mereka setelah dibungakan kembali.Jadi jangan pernah takut dengan DC. Seandainya mereka memang "preman" yang "jago" pasti tidak memilih profesi sebagai DC. Sama saja dengan tukang parkir dimana sering kita merasa takut kalau mereka marah-marah ketika kita membayar tidak sesuai keinginan mereka. Jika mereka, sekali lagi, "preman yang jago" pasti tidak jadi tukang parkir khan?Apabila penjelasan nasabah kepada DC justru menimbulkan pertengkaran, tantang saja untuk ke polisi. Mereka pasti mundur karena pihak Bank menyerahkan ke pihak ketiga untuk menghindari urusan hukum yang membutuhkan biaya besar dan mencoreng nama baik Bank.Kiranya tanggapan saya ini bermanfaat dan membantu dalam menghadapi masalah seperti ini. Semua orang pasti pernah mengalami saat-saat sempit dimana semua pintu seakan-akan tertutup. Keadaan seperti inipun pasti atas seijin Tuhan agar kita semakin sempurna. Cobalah untuk meminta Tuhan membukakannya. Jadi intinya kita hanya perlu mendekat kepadaNya dan jangan pernah khawatir. Karena Dia lebih besar dari permasalahan yang ada bahkan lebih besar dari dunia ini karena Dia yang menciptakan dan menjadikannya. Biar kehendakNya saja yang boleh jadi. Amen. Soetarto 08999305142.
Pada artikel ini ada tertulis kata Mohon ijin menerbitkan tulisan bapak pada note facebook saya, pada tulisan ini ada kata "batak" sebanyak 5 (lima) kali, bukan bermaksud untuk memojokkan suku ini, tetapi pada kenyataannya memang inilah yang kita lihat, sebagai salah satu anggota suku ini, saya bermaksud menyampaikan maaf bagi saudaraku bapak Salim Suharis atas ketidaknyamanan yang dialami oleh bapak dari ulah oknum anggota suku ini. Semoga kejadian ini jangan sampai terulang lagi di masa yang akan datang.
Post a Comment