Air Asia, sebagaimana telah kita ketahui semua, merupakan salah satu maskapai yang turut meramaikan persaingan dalam bidang transportasi udara. Dengan metode pemasaran yang sedikit berbeda, membuat Air Asia cukup diminati masyarakat. Khususnya untuk yang sudah memiliki kepastian untuk memanfaatkan jasa penerbangan.
Adapun saya, terhitung baru 3 kali memanfaatkan jasa Air Asia. Pertama dengan memanfaatkan pembelian tiket murah via situs Air Asia. Kedua, ketika harus goshow mencari jadual penerbangan yang paling realistis untuk bisa mengejar jadual kereta ke Jember pada malam yang sama.
(Kereta ke Jember, Mutiara Timur, 22.40)
Sementara, untuk yang ketiga adalah tadi malam. Rute Jakarta - Surabaya. Jadual penerbangan yang saya pilih adalah pukul 19.30. Namun siang harinya, saya mendapatkan sms yang menyatakan bahwa penerbangan direschedule menjadi pukul 20.30.
Sesampai di bandara, ketika sedang melakukan check-in saya mendapatkan informasi bahwa terjadi delay menjadi pukul 22.00. Artinya terjadi penundaan hingga 2 jam setengah.
Menunggu sambil memperhatikan pera penumpang bergantian melakukan komplain untuk keterlambatan yang terjadi kepada petugas yang nampaknya hanya bisa meminta maaf kepada penumpang yang sedang kesal-kesalnya. Waktu pun bergeser memasuki pukul 22.00. Bahkan akhirnya harus melewatinya. Namun pesawat yang akan digunakan tidak kunjung muncul batang hidungnya. Hingga waktu mulai menunjuk ke pukul 22.30, baru ada informasi tentang pesawat yang akan digunakan untuk terbang menuju Surabaya.
Baru sekitar pukul 23.30, para penumpang baru dapat naik ke pesawat. Walau delay sekian lama, namun ternyata kejadian pada 2 penerbangan Air Asia saya sebelumnya kembali terjadi. Para penumpang sudah pada antri di depan pintu masuk. Begitu pintu di buka, para penumpang berlarian berebutan untuk mendapatkan kursi paling ideal. Khususnya bagi para penumpang yang berombongan.
Berebutan ? Kok seperti naik metromini aja nih ? Ya begitulah. Mungkin sekedar ingin tampil beda dari maskapai lain. Karena Air Asia tidak memberikan nomor kursi kepada para penumpangnya. Aneh juga sih. Naik pesawat, harus olah raga dulu. Berlarian mengejar tempat duduk. Dan saya hingga sekarang masih belum menemukan sisi positif dari metode ini. Setidaknya cocoklah dengan karakter orang kita yang sering tidak mau antri dan suka tidak disiplin.
Kembali ke kejadian super delay tadi malam. Begitu naik pesawat, terdapat sounding dari pilot pesawat. Cukup banyak yang disampaikan. Mulai dari permohonan maaf, alasan keterlambatan secara detail, hingga kesehatan dan kesiapan para awak kapal. Cukup aneh dan hal baru bagi saya setelah sekian lama memanfaatkan sarana transportasi udara. Biasanya kalau ada keterlambatan, baik sebentar, maupun berjam-jam, informasi yang disampaikan selalu basi. Permohonan maaf dan mengkambinghitamkan kesalahan teknis. Tanpa menjelaskan secara detail kesalahan teknis model apa yang menyebabkan para penumpang terkatung-katung di ruang tunggu boarding. Dari situ saya tahu bahwa sebenarnya pesawat yang semula akan digunakan untuk penerbangan ke Surabaya adalah pesawat yang ada di sebelah kiri pesawat yang sedang kami gunakan. Sebuah pesawat yang sejak tadi terdiam kaku dengan beberapa bagian mesin yang terbuka tanda sedang menjalani perawatan mekanis.
Saya tidak tahu pasti, apakah informasi yang disampaikan oleh pilot sudah menjadi prosedur standar Air Asia, atau sekedar usaha untuk melunakkan kekesalan para penumpang. Namun di saat sedang carut marut transportasi masal akhir-akhir ini, tentunya saya setuju lebih baik menunda penerbangan menunggu pesawat berikutnya, namun lebih layak terbang, dari pada harus memaksakan terbang tepat waktu tapi dengan pesawat yang kurang layak.
Walau akhirnya saya sampai di depan pintu rumah mendekati pukul 02.00 pagi, namun saya tetap bersyukur bisa selamat sampai di rumah pada malam yang sama. Coba bandingkan dengan nasib korban pesawat Adam Air yang hingga kini baru ditemukan beberapa puing-puingnya saja.
Entah ... saya harus kecewa atas keterlambatannya. Atau justru salut dengan keputusan mengganti pesawat yang dilakukan Air Asia demi keselamatan penumpangnya, walau harus dicerca oleh penumpang-penumpangnya.
Adapun saya, terhitung baru 3 kali memanfaatkan jasa Air Asia. Pertama dengan memanfaatkan pembelian tiket murah via situs Air Asia. Kedua, ketika harus goshow mencari jadual penerbangan yang paling realistis untuk bisa mengejar jadual kereta ke Jember pada malam yang sama.
(Kereta ke Jember, Mutiara Timur, 22.40)
Sementara, untuk yang ketiga adalah tadi malam. Rute Jakarta - Surabaya. Jadual penerbangan yang saya pilih adalah pukul 19.30. Namun siang harinya, saya mendapatkan sms yang menyatakan bahwa penerbangan direschedule menjadi pukul 20.30.
Sesampai di bandara, ketika sedang melakukan check-in saya mendapatkan informasi bahwa terjadi delay menjadi pukul 22.00. Artinya terjadi penundaan hingga 2 jam setengah.
Menunggu sambil memperhatikan pera penumpang bergantian melakukan komplain untuk keterlambatan yang terjadi kepada petugas yang nampaknya hanya bisa meminta maaf kepada penumpang yang sedang kesal-kesalnya. Waktu pun bergeser memasuki pukul 22.00. Bahkan akhirnya harus melewatinya. Namun pesawat yang akan digunakan tidak kunjung muncul batang hidungnya. Hingga waktu mulai menunjuk ke pukul 22.30, baru ada informasi tentang pesawat yang akan digunakan untuk terbang menuju Surabaya.
Baru sekitar pukul 23.30, para penumpang baru dapat naik ke pesawat. Walau delay sekian lama, namun ternyata kejadian pada 2 penerbangan Air Asia saya sebelumnya kembali terjadi. Para penumpang sudah pada antri di depan pintu masuk. Begitu pintu di buka, para penumpang berlarian berebutan untuk mendapatkan kursi paling ideal. Khususnya bagi para penumpang yang berombongan.
Berebutan ? Kok seperti naik metromini aja nih ? Ya begitulah. Mungkin sekedar ingin tampil beda dari maskapai lain. Karena Air Asia tidak memberikan nomor kursi kepada para penumpangnya. Aneh juga sih. Naik pesawat, harus olah raga dulu. Berlarian mengejar tempat duduk. Dan saya hingga sekarang masih belum menemukan sisi positif dari metode ini. Setidaknya cocoklah dengan karakter orang kita yang sering tidak mau antri dan suka tidak disiplin.
Kembali ke kejadian super delay tadi malam. Begitu naik pesawat, terdapat sounding dari pilot pesawat. Cukup banyak yang disampaikan. Mulai dari permohonan maaf, alasan keterlambatan secara detail, hingga kesehatan dan kesiapan para awak kapal. Cukup aneh dan hal baru bagi saya setelah sekian lama memanfaatkan sarana transportasi udara. Biasanya kalau ada keterlambatan, baik sebentar, maupun berjam-jam, informasi yang disampaikan selalu basi. Permohonan maaf dan mengkambinghitamkan kesalahan teknis. Tanpa menjelaskan secara detail kesalahan teknis model apa yang menyebabkan para penumpang terkatung-katung di ruang tunggu boarding. Dari situ saya tahu bahwa sebenarnya pesawat yang semula akan digunakan untuk penerbangan ke Surabaya adalah pesawat yang ada di sebelah kiri pesawat yang sedang kami gunakan. Sebuah pesawat yang sejak tadi terdiam kaku dengan beberapa bagian mesin yang terbuka tanda sedang menjalani perawatan mekanis.
Saya tidak tahu pasti, apakah informasi yang disampaikan oleh pilot sudah menjadi prosedur standar Air Asia, atau sekedar usaha untuk melunakkan kekesalan para penumpang. Namun di saat sedang carut marut transportasi masal akhir-akhir ini, tentunya saya setuju lebih baik menunda penerbangan menunggu pesawat berikutnya, namun lebih layak terbang, dari pada harus memaksakan terbang tepat waktu tapi dengan pesawat yang kurang layak.
Walau akhirnya saya sampai di depan pintu rumah mendekati pukul 02.00 pagi, namun saya tetap bersyukur bisa selamat sampai di rumah pada malam yang sama. Coba bandingkan dengan nasib korban pesawat Adam Air yang hingga kini baru ditemukan beberapa puing-puingnya saja.
Entah ... saya harus kecewa atas keterlambatannya. Atau justru salut dengan keputusan mengganti pesawat yang dilakukan Air Asia demi keselamatan penumpangnya, walau harus dicerca oleh penumpang-penumpangnya.
No comments:
Post a Comment