Mengantarkan istri belanja ke pasar memang sudah menjadi kebiasaan saya. Ada kalanya jalan kaki, atau lebih sering menggunakan si pio (motor saya). Namun pagi ini tidak seperti biasanya saya mengantarkan istri ke pasar, yang letaknya sekitar hampir 1 km dari rumah kami tersebut, dengan menggunakan motor istri saya. Ini adalah pertama kali saya mengantarkan istri ke pasar dengan membawa Dissya (anak saya) sekalian, semenjak Dissya lahir.
Motor di parkir, selanjutnya istri pun belanja. Sementara saya dan Dissya menunggu di tempat yang nyaman di seputaran tempat parkir.
Acara belanja pun selesai, Dissya kembali ke gendongan istri. Sambil menjinjing belanjaan, dengan langkah pasti saya menuju salah satu motor yang terparkir. Petugas parkir pun dengan susah payah membantu mengeluarkan motor tersebut dari hutan rimba motor ke tempat terbuka.
Belanjaan saya gantungkan di tempat gantungan. Aneh, kok gantungannya agak lain. Kunci motor juga saya masukkan ke kontak motor, ternyata tidak bisa juga. Olala, ini pasti bukan motor istri saya. Bentuk dan merknya mirip abis. Dari kejauhan istri cuma tertawa-tertawa sambil menggoyang-goyangkan tangannya memberi tanda kalau motornya bukan yang itu.
Akhirnya saya kembali minta tolong ke petugas parkir untuk mengeluarkan motor yang kali ini benar-benar memang milik istri saya. Tempatnya ternyata sudah berpindah agak jauh, dan inilah yang menyebabkan saya sampai keliru mengenali motor tersebut.
Ingatan pun langsung melayang ke 12 tahun yang lalu. Tepatnya ketika saya baru masuk kuliah. Informatika ITS. Saat itu sedang berlangsung acara himpunan di salah satu lab kampus. Waktu istirahat, saya menyempatkan diri untuk ke Wartel dengan menggunakan motor milik Dessy (teman seangkatan yang dari Bali).
Sesampai di Wartel, motor langsung saya parkir. Segera saya menuju ke kotak telepon. Selanjutnya pembicaraan sekitar 15 menit pun selesai. Biaya telepon saya bayar ke penjaga Wartel sambil ngobrol basa-basi. Memang wartel ini dekat dengan rumah kost saya, jadi saya pun kenal dengan penjaganya.
Tanpa membuang-buang waktu, saya pun bergegas menuju ke motor yang parkir di posisi tempat saya meletakkan motor Dessy. Kunci kontak saya masukkan, dan motor pun segera melaju dengan kencang menuju kampus.
Sesampai di kampus, kunci kontak saya kembalikan ke Dessy. Acara himpunan berlanjut hingga sore. Belum selesai acara, saya sudah pulang karena merasa kurang enak badan. Sedang enak-enak tidur, tiba-tiba datang Yiyit kakak angkatan kuliah yang sempat menyamar jadi teman satu angkatan ke kost-kostan. Dia datang memberitahu jika di kampus Dessy sedang mencari-cari motornya. Karena motornya hilang.
Bingung bercampur kaget, langsung saya bersama Yiyit kembali ke kampus. Belum sampai keluar dari pekarangan rumah kost, ada penjaga Wartel yang datang ditemani dengan 2 orang perempuan, yang juga kuliah di ITS. Yang satu matanya sembab seperti habis menangis. Penjaga Wartel itulah yang tahu bahwa motor yang saya bawa adalah motor perempuan yang habis menangis itu.
Barulah semua terungkap. Tentu saja Dessy kesulitan mencari motornya di parkiran kampus, karena motornya masih terparkir dengan aman di depan Wartel. Sementara mahasiswi yang habis menangis itu ternyata si pemilik motor yang saya bawa kembali ke kampus. Kejadian ini terjadi karena pada saat saya sedang menelepon, motor Dessy di dorong maju ke depan. Sementara posisinya semula ditempati oleh motor si mahasiswi tadi.
Akhirnya mahasiswi tadi kembali menunggu di Wartel, sementara saya dan Yiyit segera ke kampus untuk mengambil motornya. Tentunya juga untuk memberitahu Dessy agar tidak khawatir, karena motornya tidak hilang.
Motor tertukar saja, sudah bisa membuat 2 orang mahasiswi meneteskan air mata. Dessy dan mahasiswi yang motornya saya bawa kembali ke kampus tadi. Untung penjaga Wartel itu sudah kenal dengan saya. Sehingga dia tahu alamat kost saya.
Motor di parkir, selanjutnya istri pun belanja. Sementara saya dan Dissya menunggu di tempat yang nyaman di seputaran tempat parkir.
Acara belanja pun selesai, Dissya kembali ke gendongan istri. Sambil menjinjing belanjaan, dengan langkah pasti saya menuju salah satu motor yang terparkir. Petugas parkir pun dengan susah payah membantu mengeluarkan motor tersebut dari hutan rimba motor ke tempat terbuka.
Belanjaan saya gantungkan di tempat gantungan. Aneh, kok gantungannya agak lain. Kunci motor juga saya masukkan ke kontak motor, ternyata tidak bisa juga. Olala, ini pasti bukan motor istri saya. Bentuk dan merknya mirip abis. Dari kejauhan istri cuma tertawa-tertawa sambil menggoyang-goyangkan tangannya memberi tanda kalau motornya bukan yang itu.
Akhirnya saya kembali minta tolong ke petugas parkir untuk mengeluarkan motor yang kali ini benar-benar memang milik istri saya. Tempatnya ternyata sudah berpindah agak jauh, dan inilah yang menyebabkan saya sampai keliru mengenali motor tersebut.
Ingatan pun langsung melayang ke 12 tahun yang lalu. Tepatnya ketika saya baru masuk kuliah. Informatika ITS. Saat itu sedang berlangsung acara himpunan di salah satu lab kampus. Waktu istirahat, saya menyempatkan diri untuk ke Wartel dengan menggunakan motor milik Dessy (teman seangkatan yang dari Bali).
Sesampai di Wartel, motor langsung saya parkir. Segera saya menuju ke kotak telepon. Selanjutnya pembicaraan sekitar 15 menit pun selesai. Biaya telepon saya bayar ke penjaga Wartel sambil ngobrol basa-basi. Memang wartel ini dekat dengan rumah kost saya, jadi saya pun kenal dengan penjaganya.
Tanpa membuang-buang waktu, saya pun bergegas menuju ke motor yang parkir di posisi tempat saya meletakkan motor Dessy. Kunci kontak saya masukkan, dan motor pun segera melaju dengan kencang menuju kampus.
Sesampai di kampus, kunci kontak saya kembalikan ke Dessy. Acara himpunan berlanjut hingga sore. Belum selesai acara, saya sudah pulang karena merasa kurang enak badan. Sedang enak-enak tidur, tiba-tiba datang Yiyit kakak angkatan kuliah yang sempat menyamar jadi teman satu angkatan ke kost-kostan. Dia datang memberitahu jika di kampus Dessy sedang mencari-cari motornya. Karena motornya hilang.
Bingung bercampur kaget, langsung saya bersama Yiyit kembali ke kampus. Belum sampai keluar dari pekarangan rumah kost, ada penjaga Wartel yang datang ditemani dengan 2 orang perempuan, yang juga kuliah di ITS. Yang satu matanya sembab seperti habis menangis. Penjaga Wartel itulah yang tahu bahwa motor yang saya bawa adalah motor perempuan yang habis menangis itu.
Barulah semua terungkap. Tentu saja Dessy kesulitan mencari motornya di parkiran kampus, karena motornya masih terparkir dengan aman di depan Wartel. Sementara mahasiswi yang habis menangis itu ternyata si pemilik motor yang saya bawa kembali ke kampus. Kejadian ini terjadi karena pada saat saya sedang menelepon, motor Dessy di dorong maju ke depan. Sementara posisinya semula ditempati oleh motor si mahasiswi tadi.
Akhirnya mahasiswi tadi kembali menunggu di Wartel, sementara saya dan Yiyit segera ke kampus untuk mengambil motornya. Tentunya juga untuk memberitahu Dessy agar tidak khawatir, karena motornya tidak hilang.
Motor tertukar saja, sudah bisa membuat 2 orang mahasiswi meneteskan air mata. Dessy dan mahasiswi yang motornya saya bawa kembali ke kampus tadi. Untung penjaga Wartel itu sudah kenal dengan saya. Sehingga dia tahu alamat kost saya.
No comments:
Post a Comment