Wednesday, May 30, 2007

Teknologi Konversi Air menjadi Api dan Aplikasinya


Indonesia memiliki jumlah penduduk sekitar 220 juta orang dan sebagain besar penduduknya tinggal di pedesaan. Mereka membutuhkan bahan bakar minyak tanah untuk kompor dan penerangan dengan jumlah sekitar 10 juta kilo liter per tahun. Biaya produksi minyak tanah saat ini sekitar Rp. 6000 / liter sedangkan harga yang dikenakan kepada penduduk adalah hanya Rp. 2000/ liter sehingga subsidinya sekitar Rp. 4000 per liter. Jumlah subsidi minyak tanah per tahun dengan demikian sekitar Rp. 40 trilyun. Jumlah subsidi ini sangat besar sehingga sangat membebani biaya operasional pemerintah. Salah satu alternatif untuk mengurangi subsidi itu adalah mencari sumber alternatif energi yang murah dan mudah diaplikasikan di pedesaaan untuk mengganti minyak tanah.

Air dengan susunan kimia H2O telah dikenal berabad-abad sebagai syarat keberadaan mahluk hidup. Makhluk hidup baik manusia, binatang ataupun tumbuh-tumbuhan sebagian besar terbentuk dari air. Peradaban manusia juga telah memanfaatkan air sebagai sumber energi seperti digunakan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB). Sumber energi ini diperoleh dari energi yang tersimpan didalam air misalnya energi ketinggian untuk PLTA dan energi panas untuk PLTPB. Air yang berada di ketinggian memiliki energi potensial yang lebih besar daripada air yang berada dibawahnya sehingga air yang di atas dapat menjadi sumber energi apabila air itu dialirkan ke bawah. Prinsip yang sama juga terjadi pada air pada fasa gas dalam bentuk uap air yang memiliki energi panas lebih tinggi daripada air yang berada pada fasa cair. Sumber energi pada air yang telah disebutkan diatas merupakan sumber energi air konvensional.

Sumber energi air non konvensional adalah energi yang tersimpan pada air apabila air tersebut dirubah menjadi fasa gas gabungan dari molekul hidrogen dan oksigen atau gas gabungan H-O dengan komposisi perbandingan yang tepat secara stokiometri. Gas ini apabila dipantik akan menyala dan menghasilkan panas 66,000 BTU/lb (Michroswki, 2006). Fenomena Proses ini pertama kali ditemulkan oleh Professor Yul Brown pada tahun 1970. Sumber energi ini merupakan sumber energi yang paling bersih dan ramah lingkungan. Api dari gas gabungan H-O tidak menghasilkan jelaga karena tidak memiliki komponen karbon dan limbahnya adalah kembali menjadi air murni yang sangat ramah lingkungan.

Biaya konversi air menjadi Gas H-O diduga relatif jauh lebih murah walaupun masih dalam penelitian lanjutan. Biaya ini adalah biaya energi listrik untuk merubah air menjadi Gas H-O. Biaya listrik ini akan menjadi lebih murah lagi apabila sumber listriknya berasal dari energi angin. The Heritage Bogor Foundation (THBF) telah mulai melakukan pengembangan teknik pembuatan Gas H-O yang cepat dan efisien serta aplikasinya sehingga dapat digunakan untuk kompor pedesaan sebagai sumbangan pemikiran alternatif energi murah dan bersih untuk masyarakat Indonesia .. Pemanfaatan Gas H-O dan pengembangan sumber energi angin sebagai sumber tenaga listriknya akan dapat membantu pemerintah menghilangkan beban subsidi minyak tanah sebesar Rp. 40 Trilyun per tahun. Dana ini dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat untuk kejayaan bangsa Indonesia di masa depan.

Dr. Ir. Hasan Hambali, 2007 (THBF)
(salah seorang pendiri THFB)

1 comment:

wawan said...

sangat bagus namun bagaimana mendayagunakan dan membuatnya untuk mas. indonesia yg masih trgntg dg minyak tanah pak??