Friday, November 24, 2006

Jika Sudah Waktunya, Dia Pasti Akan Datang Tanpa Terlambat

Memperhatikan kebiasaan baru kakak sepupuku, memang sering kali membuatku meneteskan air mata. Betapa tidak, hampir 5 kali sehari, dia selalu hadir di shaft terdepan di masjid dekat rumahnya. Hanya jika ada keperluan berpergian saja, kakak saya tidak tampak ada di antara jamaah sholat di barisan depan. Atau kadang karena pernah sakit yang menyebabkan tertidur ketika waktu sholat tiba. Bahkan, ketika berpergian pun dia masih juga menyempatkan untuk sholat berjamaah di masjid yang ditemukan diperjalanan. Memang pekerjaannya memungkinkan hal itu bisa terjadi. Bekerja wiraswasta, jasa bengkel truk di rumahnya. Dengan beberapa mekanik yang dibawahi, memberikan keleluasaan dalam mengatur waktu. Khususnya untuk sholat berjamaah tepat waktu.

Kebiasaan baru itu, memang belum lama berlangsung, baru beberapa bulan. Tepatnya sejak beberapa minggu semenjak kematian kakak sepupu iparku. Yang tidak lain adalah adik ipar kakak sepupuku itu.

Sebelumnya, sebagaimana lazimnya beberapa orang yang berkecimpung di dunia perbengkelan, terutama mekanik, banyak sekali yang meninggalkan sholat. Badan kumuh yang belepotan oli sering dijadikan alasan. Juga terjadi pada kakak sepupuku. Bahkan dalam lingkungan keluarga, kakak sepupuku itu dikenal hanya sholat 2 kali setahun. Sholat Idul Fitri dan Idul Adha.

Memang meninggalnya kakak sepupu iparku cukup memberi makna tersendiri bagi kakakku. Masih teringat dalam ingatan, peristiwa itu. Peristiwa yang terjadi pada saat ada acara kendurenan di salah satu rumah famili. Setelah acara selesai, kami semua berkumpul di halaman rumah, di atas tikar yang masih belum dikemasi.

Diantara pembicaraan yang ngalor ngidul itu, terselip pembicaraan tentang sholat, sebagai berikut :
Kakak sepupu ipar yang juga kurang bisa menjaga sholatnya, mengatakan sambil tersenyum "Iyo yo ... awak dhewe iki isih rodhok angel yen pas sibuk, mungkin yen wes rodhok lapang paling".
(Iya ya ... kita-kita ini masih susah ketika masih sibuk, mungkin kalau sudah luang waktunya baru bisa).
Pak dhe yang juga ada disana menimpali, "Ndang lapo ngentheni lapang, iyo yen isih diwenehi umur panjang".
(Kenapa harus menunggu waktu luang, iya kalau masih diberi umur panjang).
Kakak sepupu ipar langsung menyahut sambil tersenyum , "Yo, koyok'e awak dhewe iki koyoke isih suwe waktune. Isih waiting list. Seng tuwo-tuwo isih akeh".
(Kalau seperti kita ini, kayaknya masih jauh. Masih masuk daftar tunggu. Yang tua masih banyak).

Diantara sekian famili yang terlibat dalam pembicaraan tersebut, terdapatlah kakak sepupu yang kuceritakan ini. Dan nampaknya saat itu kakak sepupu lebih berpihak pada komentar-komentar kakak sepupu ipar.

Apa daya, manusia hanya bisa berharap dan berencana. Namun Allah lah Sang Penentu segalanya. Tidak seberapa lama kemudian, kakak sepupu ipar menderita sakit. Dan akhirnya meninggal. Sementara kakak sepupu pun beberapa hari semenjak meninggalnya adik iparnya, tampak sering melamun. Itu terjadi selama beberapa minggu.

Hingga suatu hari, tepatnya waktu sholat dhuhur, kakak sepupu bergegas menuju masjid. Untuk menjalankan sholat berjamaah. Dan hal itu terjadi hingga sekarang.

Ada satu komentar yang sering dikatakan kakak sepupu ketika mendapatkan komentar dari orang-orang di sekitarnya. Komentar itu, "Lha wong seng mari ketok sehat ae, sopo seng ngerti yen gak suwe terus diceluk.
(Lha yang sebelumnya terlihat sehat saja, siapa mengira tidak lama kemudian dipanggil.)

Walau tentu saja tidak hanya cukup dengan sholat tepat waktu saja, setiap mengingat peristiwa ini, aku selalu merasa memiliki semangat untuk bisa sholat tepat waktu. Semoga semangat ini bisa menular untuk kebaikan-kebaikan lainnya. Baik sebagai makhluk Tuhan, maupun sebagai makhluk sosial.

Yang pasti, jika sudah waktunya, dia (ajal) pasti akan datang tanpa terlambat. Siapa saja, apa saja. Semua pasti akan didatangi. Tanpa kita tahu persis kapan waktunya.

Thursday, November 23, 2006

Lowongan Palsu

Lowongan palsu semakin banyak berkeliaran di milis-milis. Dengan tujuan yang sangat beragam, antara lain :
  • Sekedar mengumpulkan email (email miner) untuk kemudian dikirimi iklan MLM, arisan berantai, bisnis pasti untung, dll.

  • Calo tenaga kerja yang sedang mencari mangsa.

  • Pengumpul C.V. dan berkas-berkas untuk dimanfaatkan pada tender proyek.

  • Mencari data perempuan-perempuan cantik lengkap dengan data alamat dan teleponnya (misalnya : iklan sekretaris)

  • Sekedar Iseng

  • Dll.

Beberapa kriteria iklan lowongan yang perlu dicurigai :
  1. Baik pengirim email atau email untuk menampung resume adalah email gratisan (yahoo.com; gmail.com, dll).

  2. (a) Tidak mencantumkan nama perusahaan atau (b) perusahaannya tidak jelas

  3. Memakai nama beberapa perusahaan sekaligus yang digabungkan dan dipalsukan. Contoh AstraIndomobil Finance. Astra dan Indomobil adalah dua perusaahaan terpisah.

  4. Tidak mencantumkan lokasi ataupun alamat lengkap. Ada juga yang hanya PO Box dan dipakai beberapa kali oleh perusahaan yang berbeda-beda.

  5. (a) Tidak memiliki website atau (b) nama perusahaan itu tidak muncul ketika dicari lewat Internet atau (c) nama perusahaan itu hanya muncul di milis atau web lowongan kerja lainnya.

  6. Tidak mencantumkan nama jelas pengirim email.

  7. Menawarkan gaji yang terlalu tinggi untuk posisi yang ditawarkan untuk menarik banyak pelamar. Contoh: Gaji 3 juta untuk lulusan SMA.

  8. Menawarkan persyaratan terlalu rendah untuk jabatan yang ditawarkan. Contoh: Jabatan asisten manajer untuk lulusan SMA.

  9. Persyaratan terlalu umum sehingga banyak pelamar yang akan mengirimkan resume/CV.

  10. Iklan lowongan yang menawarkan banyak posisi sekaligus untuk mengumpulkan resume/CV sebanyak-banyaknya.

Ada baiknya kita mulai perduli dengan data personal yang kita kirimkan.

Tuesday, November 21, 2006

Kemacetan di A.Yani (Surabaya), Siapa yang Bisa Disalahkan ?

Semua yang pernah ke Surabaya, tentu tahu di mana jalan Ahmad Yani yang terkenal itu berada. Walau tidak tahu persis, atau tidak tahu melalui jalan mana untuk bisa menemukan Ahmad Yani (jalan, red), namun setidaknya tentu tahu di sebelah mana jalan tersebut berada.

Jalan Ahmad Yani membentang panjang dari selatan Surabaya ke arah pusat kota. Dari bunderan Waru hingga Kebun Binatang Surabaya (KBS) bertemu dengan Raya Darmo. Sebuah jalan yang menjadi penghubung antara Surabaya dengan kota-kota yang berada di sebelah selatan Surabaya, seperti Sidoarjo, Mojokerto, dan sebagainya.

Sebagai sebuah jalan yang sedemikian vital, tentu intensitas kendaraan yang melaju melintasinya sangat tinggi. Khususnya jika pagi hari, ketika jam masuk kerja, atau saat jam pulang kerja di sore hari.

Sebagai jalan sepenting itu, sayangnya Ahmad Yani hanya berbentuk 2 jalan kembar yang masing-masing lajurnya hanya terdiri dari 4 lajur. Sementara di sebelah timurnya dibatasi dengan rel kereta sepanjang jalan tersebut. Bis, mobil, sepeda motor, maupun angkot semua tumpah ruah bercampur menjadi satu.

Usaha kanalisasi sudah diterapkan, hadiah juga sudah diberikan. Bahkan hingga rekayasa counter flow juga pernah direalisasikan. Namun tetap saja tidak mampu membuat Ahmad Yani menjadi jalan yang menyenangkan.

Walaupun demikian, dalam kemakluman tentang ruwetnya jalan Ahmad Yani, ada satu hal yang seharusnya bisa dibenahi secara tegas, sehingga bisa mengurangi beban kemacetan Ahmad Yani. Dan saya yakin semua juga sudah tahu hal tersebut. Namun apalah artinya jika hanya sekedar tahu, tanpa dibarengi dengan usaha optimal, khususnya dari pihak-pihak aparat yang berwenang.

Hal tersebut tidak lain adalah berubahnya rambu larangan berhenti menjadi hiasan tepi jalan di sepanjang jalan Ahmad Yani. Dan tokoh utama yang menyebabkan hal itu terjadi adalah angkutan kota dan bis. Moda transportasi umum inilah yang saya tuduh sebagai penyebab utama kemacetan di Ahmad Yani. Tuduhan yang menempati urutan paling tinggi di atas pengendara sepeda motor yang bermain akrobat di tempat yang salah dan pemilik mobil yang membiarkan mobilnya hanya terisi 1 atau 2 orang saja.

Angkutan umum dan bis. Dengan tanpa jalur khusus yang diberikan untuk mereka. Maka mereka merasa bebas untuk menjalankan kendaraannya. Ngebut kemudian berhenti mendadak. Berhenti di tengah-tengah jalan. Dari kiri ke kanan, dari kanan ke kiri. Benar-benar sebuah ke-ngawur-an yang harus segera dihentikan secara tegas. Sudah waktunya slogan "Jaga jarak, kami sering berhenti tiba-tiba" tidak dibiarkan merajalela. Sudah waktunya sopir-sopir ngawur itu ditindak dengan semestinya. Sesuai dengan undang-undang yang dirancang dengan uang milyaran.

Sebagai paket penunjang penyulut kegemaran berhenti di sepanjang jalan Ahmad Yani adalah penumpang pengguna jasa moda transportasi masal tersebut yang enggan untuk meluangkan sedikit tenaga untuk menuju pemberhentian terdekat. Selain itu upaya dari pemerintah kota untuk menyediakan sarana yang layak untuk pemberhentian mutlak dibutuhkan. Entah bagaimana dan di mana harus membangunnya. Para pejabat yang pintar-pintar di lingkungan Pemda harusnya mampu mencarikan solusinya.

Yang saya bingungkan adalah mengapa banyaknya petugas polisi jalan raya yang sedang berada di sepanjang jalan tersebut tidak memiliki keberanian untuk tidak memberi kesempatan bis dan angkutan umum berhenti walau hanya sebentar, walau dengan dalih kasihan dengan penumpang. Bagi saya, aturan ya aturan. Tentunya Dinas Perhubungan dalam memasang rambu larangan berhenti di sana juga tidak hanya sekedar iseng-iseng saja. Penerapan aturan haruslah tanpa kompromi. Tanpa terkecuali. Tanpa pandang bulu. Tidak perduli kendaraan pribadi, sepeda motor, atau angkutan umum sekalipun. Jika hal ini terlalu berlarut-larut dibiarkan, akhirnya justru hanya semakin menuduh ada apa-apa dibalik kenyataan ini. Mungkin ada oknum-oknum yang berbagi kue haram demi langgengnya ijin berhenti di jalan Ahmad Yani. Jika perlu berhenti tepat di bawah rampu-rambu larangan berhenti tersebut.

Tuesday, November 14, 2006

Inikah Rasanya Ngidam ?

Tentu saja bukan saya yang bisa merasakannya, walau beberapa kalangan juga menyebutkan bahwa suami juga bisa ngidam.

Ngidam, pasti semua sudah mengerti apa itu artinya. Setiap wanita yang hamil, setidaknya akan mengalami apa yang dinamakan ngidam. Tanpa terkecuali istriku, yang sekarang kandungannya sedang memasuki usia 5 bulan. (semoga Allah mengaruniakan anak yang sholeh-sholihah ... Amiin)

Kembali ke masalah Ngidam. Sudah sejak awal usia kandungan istri saya, banyak sekali permintaan istri untuk dibelikan makanan ini, makanan itu, makanan ini, makanan itu. Dan, karena permintaan-permintaan itu dapat saya penuhi, maka dengan senang hati langsung saja dalam waktu yang tidak terlalu lama, permintaan tersebut sudah tersedia di hadapan istri. Memang ada juga sih yang tidak mampu saya penuhi, namun istri juga tidak terlalu memaksa. Dalam hati, saya hanya berkata, ini mungkin yang namanya ngidam.

Kejadian sangat berbeda terjadi pada Sabtu malam, 11 Nopember 2006. Mungkin ini yang benar-benar disebut ngidam. Sejak sore istri tidak mau makan. Namun, sekitar jam 10 malam, tiba-tiba istri merasa lapar, dan minta mi rebus. Mi rebus yang banyak kuahnya. Langsung saja saya pamitan untuk segera keluar mencari mi rebus. Untuk mencarinya, bukanlah suatu pekerjaan yang susah. Mi rebus, banyak dijual orang di rombong-rombong. Orang sering juga menyebutnya mi tok tok.

Saya pesan satu bungkus mi rebus basah (berkuah). Dan penjual mi pun membuatkannya. Setelah selesai, bungkusan segera diserahkan kepada saya. Dengan membawa bungkusan tersebut, saya pulang ke rumah.

Sesampai di rumah, ternyata istri sangat kecewa karena mi rebus pesanannya tidak sesuai dengan keinginannya. Biasanya istri saya tidak pernah seperti ini. Walau saya salah membelikan yang dipesannya, dia senantiasa menerimanya dengan lapang dada. Hal ini tentu saja membuat saya sangat kecewa, dan sempat memarahi istri karena tidak mensyukuri nikmat makanan yang sudah ada di hadapan mata. Akhirnya istri saya justru malah menangis, dan hal ini membuat saya menjadi serba salah. Antara kasihan dan rasa dongkol karena mi rebus yang saya belikan tidak dihargai sama sekali. Lelah bekerja seharian, membuat saya tertidur di kamar sebelah. Sementara istri kelihatannya masih menangis di kamar tidur.

Setelah sholat Subuh, saya berinisiatif untuk menawari istri makan seadanya. Baik roti, susu, hingga nasi saya tawarkan. Namun istri menolak semuanya. Setelah beranjak siang, saya sempatkan untuk membeli es krim kegemarannya, plus beberapa bungkus mi instan. Ternyata es krim tersebut pun mendapat perlakuan sejenis. Istri tetap menolak. Hati sedikit lega ketika istri bersedia untuk dimasakkan mi instan. Dalam sekejap, mi instan sudah tersaji. Istri tidak langsung melahap mi tersebut, karena memang masih panas. Mi saya letakkan di meja, dan saya tinggal ke halaman belakang untuk melanjutkan pekerjaan membuat meja dapur yang sudah lama tertunda-tunda.

Satu jam berlalu, saya kembali ke kamar untuk sesuatu urusan sambil melihat keadaan istri. Alangkah kagetnya ternyata mi yang saya buat masih ada. Dan istri masih tidur bermalas-malasan di tempat tidur. Saya kembali menawari mi tersebut, namun istri menolak. Istri justru mengomentari mi tersebut tidak enak. Sedih dan bingung. Biasanya istri senang sekali dengan mi dengan merk dan rasa yang saya masak tadi. Namun mengapa sekarang bilang tidak enak. Sambil terbayang sejak malam istri belum makan, sementara sekarang sudah mendekati waktu sholat Dhuhur.

Saya mencoba bertanya kembali, mi rebus yang seperti apa yang diinginkannya. Mi rebus yang ada hiasan telur rebusnya. Itulah jawaban istri. Saya pun menawarkan untuk membuatkan kembali, sekaligus telur rebusnya. Istri langsung menolak.

Sambil diliputi kebingungan, saya kembali keluar berkeliling untuk mencari penjual mi rebus. Biasanya penjual mi rebus sangat sulit ditemukan siang hari. Terbukti saya harus berkeliling hampir setengah jam untuk menemukannya. Ternyata tempatnya tidak jauh dari rumah. Menjadi lama, karena rute pencarian tidak memilih penjual mi tersebut untuk dilewati pertama kali.

Dengan spesifikasi persis seperti yang diminta istri, pesanan dibuatkan oleh sang penjual. Setelah selesai, pesanan diserahkan kepada saya. Selanjutnya, dalam waktu singkat, saya sudah berada di rumah untuk menunjukkan hasil pencarian ke istri.

Sesampai di rumah, istri ternyata sudah mandi. Bahkan sudah mulai beraktivitas di dapur. Wajahnya pun tidak tampak lesu. Apalagi ketika mi rebus yang saya bawa saya tunjukkan. Langsung mi rebus tersebut saya tuangkan ke mangkuk dan saya sodorkan ke istri. Istri menerima walau dengan kurang begitu antusias. Dimakannya sedikit. Kemudian sisanya yang masih sangat banyak diserahkan saya untuk menghabiskannya. Heran dan bingung kembali menyelimuti pikiran saya. Apakah masih belum juga cocok, demikian pikiran saya.

Melihat tampang bingung saya, istri langsung berkata, "Sudah mas, sudah cukup kok."

Ealah .. ternyata cuman begitu saja. Inikah yang disebut ngidam ? Ada-ada saja.

Wednesday, November 08, 2006

Kereta Api Mulai Laku Lagi

Jika ada yang bertanya, kapan terakhir kali saya naik kereta ? Jawabannya adalah tadi pagi. Tepatnya mulai pukul 00.50 - 04.45 WIB. Dengan rute Banyuwangi - Surabaya Gubeng. Dengan kereta api Mutiara Timur. Saya sendiri naik di Jember.

Memang akhir-akhir ini saya sering sekali memanfaatkan kereta api untuk aktivitas pekerjaan di Jember. Itu pun terjadi sejak kasus lumpur lapindo terjadi di Porong, Sidoarjo yang menyebabkan jalur Surabaya - Pasuruan menjadi tidak bisa diprediksi. Bahkan dari koran lokal yang saya baca pagi ini melalui situs online-nya, sejak kemarin tol Surabaya - Porong ditutup. Dikarenakan adanya beberapa retakan-retakan yang ditemukan, dan dikhawatirkan akan mengancam keselamatan pengguna tol yang melintas.

Sebelum kasus lumpur lapindo, saya lebih senang memanfaatkan bis atau travel untuk kepentingan ke kota-kota di Jawa Timur, termasuk Jember. Sementara untuk transportasi ke kota yang lebih jauh, saya memilih memanfaatkan pesawat terbang. Walau hanya kelas ekonomi, namun jauh lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan kereta api. Seperti jika saya harus ke Jakarta, misalnya.

Jika diingat-ingat, jika tidak ada lumpur lapindo, mungkin rute Surabaya - Solo pada 11 Desember 2002 adalah pengalaman saya menggunakan yang terakhir. Saat itu saya sedang bersilaturrahim pasca lebaran ke rumah salah satu kerabat, yang kini tinggal dan bekerja di Jakarta.

Pada mulanya, sejak saya kembali memilih kereta api, memang saya merasa senang. Selain stasiun Gubeng yang lebih dekat dari rumah jika dibandingkan dengan kalau harus ke Terminal Bungurasih. Juga karena beberapa keuntungan-keuntungan lainnya. Dengan harga tiket yang tidak begitu berbeda dengan tiket PATAS Surabaya - Jember, saya bisa lebih leluasa bergerak, berjalan-jalan, atau sekedar duduk-duduk memesan sesuatu di kereta makan. Waktu tempuhnya juga relatif lebih cepat. Dan yang terpenting lagi, saya merasa jauh lebih aman jika membawa barang-barang, karena penjual asongan tidak diperkenankan masuk ke dalam. Sehingga kadang saya bisa tertidur hingga lelap. Hal ini tentu tidak akan bisa saya lakukan jika harus menggunakan bis.

Jika dibandingkan dengan travel pun, kereta api memiliki beberapa keuntungan. Yang jelas saya tidak perlu tour keliling kota dahulu untuk menjemput atau mengantarkan teman seperjalanan.

Namun, kini tidak hanya saya yang mulai berminat kembali pada kereta api. Maka tidak heran jika saya sering tidak mendapatkan kursi ketika saya datang mepet ke stasiun kereta api.

Tapi jangan khawatir, jika rute yang dipilih tidak pangkal sampai ujung dari rute kereta api itu sendiri, maka peluang untuk mendapatkan kursi eksekutif akan terbuka lebar. Misalnya kereta api mutiara timur dengan rute Surabaya - Banyuwangi, sementara kita hanya perlu rute Surabaya - Jember.

Jika ternyata di loket tercantum papan, berdiri (kursi habis), langsung saja pesan kelas bisnis yang berdiri itu. Tentunya dengan harga yang diberikan. Selanjutnya, langsung saja menuju ke kereta makan untuk sekedar duduk-duduk. Atau jika banyak barang bawaan yang dibawa, langsung saja masuk gerbong eksekutif. Cari tempat kabin yang kosong untuk barang bawaan kita. Letakkan di sana, sambil perhatikan orang yang duduk di bawahnya. Jika tampangnya tidak mengkhawatirkan, maka titipkan saja barang bawaan kita ke mereka. Jika kita ragu, maka lebih baik tidak perlu.

Setelah kereta api berjalan, maka kita akan tahu ada beberapa kursi yang tidak terisi. Kita dapat langsung duduk di kursi tersebut. Atau jika kita enggan atau takut malu, maka sebaiknya kita cari petugas ticketing (kondektur/apa ya namanya ?). Minta tolonglah untuk mencarikan kursi eksekutif yang kosong. Selama ini saya sudah beberapa kali mendapatkan tiket berdiri. Baik dari Surabaya ke Jember, maupun dari Jember ke Surabaya. Namun saya selalu mendapatkan kursi eksekutif. Tentu saja kita harus menambahkan uang dari selisih harga tiket bisnis dan tiket eksekutif.

Akhirnya, bagi yang sudah lama tidak menggunakan kereta api, mungkin sekali-sekali bisa mencobanya kembali. Yang jelas menurut penilaian saya, pelayanan kereta api sekarang relatif lebih baik dari yang pernah saya alami beberapa tahun yang lalu.

Buka Puasa Bersama Di Masjid

Jika mengenang masa bulan Ramadhan yang telah berlalu, ada hal yang masih bisa saya ceritakan di sini. Hal tersebut adalah buka puasa bersama di masjid.

Di Surabaya, hampir semua masjid besar (bahkan hingga masjid-masjid kecil) menyediakan takjil (makanan untuk berbuka puasa). Tidak hanya kurma, dan minuman manis saja (teh manis, kolak, bubur kacang ijo). Namun juga nasi yang biasanya dibagikan sesudah shalat Magrib berjamaah.

Nasi yang dibagikan juga bermacam-macam. Ada yang bungkusan, ada yang nasi kotak, sempat pula saya menemui masjid yang menyajikan soto ayam dengan cara disiapkan langsung oleh petugas. Bisa terbayang kan hamparan mangkuk yang siap disiram dengan kuah soto.

Pada umumnya, nasi-nasi ini adalah sumbangan dari warga masyarakat. Tidak susah untuk mendapatkan sumbangan-sumbangan tersebut. Karena umat Islam meyakini bahwa barang siapa yang memberikan takjil untuk berbuka puasa, maka dia akan mendapatkan pahala sebanyak orang yang berpuasa, tanpa mengurangi pahala dari orang yang berpuasa itu.

Saya tidak tahu persis, apakah orang yang menyumbang takjil untuk saya makan juga akan mendapatkan pahala seperti yang disebutkan di atas ? Karena saya sendiri memang sengaja berniat untuk keliling masjid dengan niat mencari nuansa berbuka.

Yang jelas, makan nasi bungkus bersama-sama dengan puluhan jama'ah lain sambil lesehan di lantai, sesudah sholat Magrib berjamaah, sungguh nikmat tak terkira. Dan tentu saja menyisakan pengalaman tersendiri.