Wednesday, May 26, 2010

Setiap Yang Hidup, Pasti Akan Mengalami Mati

Hingga 61 tahun, 2 tahun lebih cepat dari standar usia Rasulullah. Demikianlah akhirnya ayahandaku, Achmad Muhaimin mendapatkan giliran untuk kembali kepada Sang Rabbi.

Banyak yang kaget, banyak yang tidak percaya, banyak yang menangis kehilangan, ...

Jumat, 21 Mei 2010, pukul 17.10 WIB. Tiba-tiba HP berdering, nama ibuku yang muncul pada layar. Ketika diangkat, suara Fitri adikku yang terdengar di seberang sana. Mengharap aku segera pulang, sambil menyampaikan kabar bahwa kesehatan Bapak sedang dalam keadaan kritis.

Langsung aku pacu si PIO menuju rumah orangtua, di Hulaan Menganti. Jadual pulang kerja, membuat jalanan terasa sedemikian padat. Hujan yang mengguyur sudah tidak aku perdulikan lagi.

Sambil ingatan melompat ke kejadian sebelumnya. Terakhir kali Bapak tampak sakit adalah sekitar 4 bulan yang lalu. Tepatnya sekitar bulan Januari 2010. Sempat diperiksakan pada dokter terdekat, dan telah mendapatkan treatment secukupnya. Hingga Bapak pulih dan sehat kembali.

Hingga .... Jumat itu ...

Sampai rumah, langsung aku mencari di mana Bapak berada. Nampak kedua adikku, ibuku, mas Samsul dan mas Idris sepupuku, serta mbak Roki istri mas Samsul, nampak berada di rumah. Sebuah mobil berada di depan rumah dengan posisi menghadap ke luar, siap untuk segera melaju.

Bapak baru keluar dari kamar mandi. Dibopong mas Idris, yang selanjutnya aku pun turut membopongnya. Bapak masih dapat berjalan walau tampak cukup berat.

Mobil pun melaju membawa Ibu, Bapak, Aku sendiri, serta mbak Roki. Sementara mas Samsul mencoba untuk memacu mobil secepat mungkin agar bisa segera sampai ke rumah sakit terdekat. Rumah Sakit Darussyifa, Benowo, Surabaya Barat. Aku sendiri mencoba menyempatkan untuk menghubungi rumah sakit, agar segera bersiap-siap pada saat mobil sampai di rumah sakit.

Dalam perjalanan, ibu bercerita. Pagi Bapak masih berdagang di pasar. Sehat, segar bugar. Siangnya Bapak masih berangkat ke masjid untuk Sholat Jumat. Juga masih sehat, berangkat sendiri, seperti biasanya. Sepulang dari sholat Jumat, Bapak pun tidur siang, seperti biasanya.

Jam 15.30 WIB ibu membangunkan Bapak untuk sholat Ashar. Setelah bangun, Bapak masih menyempatkan diri untuk memetik blimbing wuluh. Karena sudah berkomitmen dengan pelanggannya agar keesokan harinya dibawakan ke pasar. Blimbing wuluh pun dipetik dari pohon yang terletak di samping rumah. Hampir setengah ember berhasil dipetik. Bapak memetik blimbing wuluh dengan memanfaatkan "ondo", sementara ibu berjaga-jaga di bawah.

Setelah selesai, sekitar jam 16.15 WIB bapak segera membersihkan diri sambil berwudhu. Selanjutnya segera menuju musholla. Sementara ibu sedang duduk-duduk santai sambil beristirahat tidak jauh dari musholla.

Tiba-tiba terdengar Bapak memanggil ibu menyampaikan bahwa matanya agar "srepet-srepet". Dan kemudian Bapak jatuh terduduk, di mana ibu dengan cekatan memapahnya. Beberapa kali Bapak mengeluarkan nafas dari mulut, sambil seolah-olah menyemburkan angin.

Melihat gelagat tidak baik, ibu segera meminta Fitri, adik terkecilku, untuk menghubungi semua saudara. Bapak masih sempat sholat Ashar dalam kondisi tersebut. Waktu kira-kira menunjukkan pukul 17.00 WIB.

Kondisi Bapak makin memburuk, yang segera dibantu berbaring di kasur. Magrib pun datang. Bapak masih sempat sholat Magrib, dalam keadaan berbaring, setelah sebelumnya sempat bertayammum.

Setelah mas Samsul datang, Bapak pun mulai siap-siap dibawa ke mobil. Namun Bapak meminta diantar dulu ke kamar mandi. Bapak ingin buang hajat. Pada saat itu Bapak masih bisa masuk kamar mandi sendiri, hingga proses buang hajat selesai. Segera mas Idris yang baru datang segera membopong Bapak, yang mana pada saat itu aku yang baru saja datang, segera membantu membopong Bapak.

Mobil pun akhirnya tiba di rumah sakit. Kondisi Bapak semakin menghawatirkan. Peluh dingin terus mengucur dari tubuhnya yang selama perjalanan aku keringkan dengan handuk, sambil mendengarkan cerita ibu.

Sampai di rumah sakit, jam 18.15 WIB. Dokter, perawat, dan petugas lainnya sudah standby menunggu di depan pintu UGD. Mobil pun parkir tepat di depan pelataran UGD. Bapak masih bisa turun dengan susah payah sendiri. Walau sambil aku pegangi. Bapak masih bisa naik (nyelingkrik) ke atas kasur beroda. Sambil tetap aku bantu agar bisa berbaring dengan nyaman. Kasur beroda segera masuk ke ruang UGD.

Perlakuan pertama yang diberikan adalah memberikan bantuan oksigen, karena memang itulah yang menjadi keluhan Bapak. Sulit sekali bernafas. Berikutnya berbagai treatment dan penanganan dilakukan oleh petugas. Termasuk diantaranya rekam jantung (ECG).

Jam 19.00 WIB, aku dipanggil oleh dokter yang bertugas. Berbagai penjelasan diberikan, namun yang aku tangkap hanyalah pesan bahwa Bapak kondisinya sudah buruk. Istilahnya sudah 1 1 1.

Benar saja, Jam 19.15 WIB setelah membaca Istighfar, syahadat, dan Takbir, Bapak pun berpulang ke hadirat Allah ta'ala. Inna lillaahi wa inna ilaihi raajiun.

Bapak ...
Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu ‘anhu wa akrim nuzulahu wa wassi’ madkhalhu wa nawwir quburahu ...

3 comments:

fahmi! said...

inna lillaahi wa inna ilaihi raajiun. saya turut berbelasungkawa, mas salim. semoga segala dosa beliau diampuni dan amal ibadahnya diganjar surga. aamiin.

RainAileen said...

inna lillaahi wa inna ilaihi raajiun.
saya turut berduka cita atas meninggalnya bapak dari mas salim, semoga diampuni segala dosanya dan diterima amal ibadahnya. aamiin.

Salim Suharis said...

Thanks untuk yg sdh mampir dan berkenan membaca tulisan ini ...

semoga dengan senantiasa mengingat mati, kita lebih semangat dalam mengisi hidup kita dengan hal-hal yg positif ...