Kemarin, 13 Mei 2008, lagi-lagi saya harus ke Jakarta. Dan lagi-lagi saya harus berkunjung ke bandara Soekarno-Hatta. Yang tentu saja, lagi-lagi saya harus memanfaatkan jasa bus damri sebagai transport favorit untuk mengantarkan menuju ke tengah kota. Tentu saja alasan utama adalah karena harganya yang relatif murah. Dan seperti biasa, bila posisi di belakang supir kosong, maka saya akan memilih tempat itu. Demikian juga dengan kemarin.
Nah, baru saja saya duduk, maka saya disuguhi dengan pengumuman yang ditempelkan di kaca pemisah antara supir dan penumpang. Pengumuman yang menginformasikan tentang kenaikan tarif dari 15 ribu menjadi 20 ribu rupiah. Saya tidak berminat dengan issue kenaikan tarif itu sendiri. Saya jelas lebih berminat untuk mengamati alasan kenaikan harga tersebut.
Untuk peremajaan anggaran dan pentiketan berbasis IT.
Saya perhatikan, bus yang saya naiki yang kebetulan memiliki rute Bandara - Blom M, bukan tergolong bus baru. Selanjutnya saya perhatikan alasan berikutnya. Pentiketan berbasis IT. Mana ya yang dimaksud dengan layanan itu. Saya perhatikan di dashboard bus tersebut, yang terlihat adalah karcis kertas seperti yang biasanya itu.
Tidak tahan dibuatnya, terpaksa saya harus bertanya ke kondektur bus yang kebetulan saat itu sedang berdiri dekat dengan saya.
Salim (S) : Pak, pentiketan berbasis IT ini maksudnya apa ya ?
Kondektur (K) : Kita menggunakan sistem sensor pak
S : Sistem sensor gimana pak ?
K : Ya sensor, secara otomatis
S : Lha itu kok masih pake karcis kertas ?
K : Iya pak baru diujicoba di beberapa armada
S : Lho baru uji coba, kok tarif udah naik duluan. Apalagi belum semua armada melakukannya. Berarti kita dipaksa untuk bayar sesuatu yang belum bisa dinikmati dong pak ...
Kondektur langsung diam, mengalihkan perhatian. Dan tidak memperdulikan saya lagi tanpa pamit terlebih dahulu. Tipikal orang yang kehabisan ide untuk meladeni orang yang usil tanya macem-macem. Padahal saya belum sempat bertanya tentang yang dimaksud dengan peremajaan armada itu apa.
Dongkol ... terbawa hingga beberapa lama. Baru saja rasa dongkol berkurang, tiba-tiba bus menepi. Saya lihat ada bus damri lain dengan rute sejenis yang nampaknya sedang bermasalah. Para penumpangnya berkerumun di sekitar bus tersebut. Wah, pasti penumpang sebanyak itu pada mau diangkut dengan bus ini nih. Lantas saya mencoba berdiri dan menengok ke belakang. Lha ternyata bus yang saya tumpangi penuh terisi penumpang.
Benar saja, penumpang yang semula naik bus bermasalah itu akhirnya diangkut oleh bus yang saya naiki. Dan bisa ditebak, bus menjadi sesak. Bahkan, baris kursi yang saya duduki yang seharusnya berkapasitas 2 penumpang, harus terisi dengan 3 penumpang. Sebenarnya saya berniat untuk berdiri dan memberikan tempat duduk saya ke bapak-bapak tua. Tapi niat baik tersebut saya batalkan, karena posisi duduk saya sudah terlanjur kepepet dan susah untuk bergerak.
Selidik punya selidik, ternyata per bus bermasalah tersebut patah, dan bus sempat oleng hingga bagian sisi kiri sempat terangkat beberapa saat. Ibu-ibu yang duduk disamping saya malah sudah pasrah bila bus yang ditumpanginya harus terguling.
Wowwwww .....
Perlu diketahui, jika pesawat yang saya tumpangi tidak delay hingga 20 menit. Bisa jadi bus bermasalah itulah yang akan saya tumpangi. Hikmah dibalik ke-delay-an. Hehehe.
Langsung pikiran saya kembali ke masalah peremajaan armada yang dijadikan sebagai alasan kenaikan tarif. Lha wong kayak gini lho, kok sudah berani-beraninya menaikkan tarif.
Mbak-mbak yang harus berbagi kursi dengan saya dan ibu-ibu tadi, langsung komentar. Transportasi Indonesia gitu lho, apapun bisa terjadi. Lho..lho..lho, rupanya mbak ini penggemar F1 juga ya, kok motto F1 disebut-sebut sih mbak.
2 comments:
haha, nek misale aku yg jadi kondektur aku juga akan berbuat demikian. lha kondektur tugase cuman narik'i duit karcis kok ditakoni aneh2 cak... nduwe pengetahuan dan kapabilitas apa dia? kalo mau dongkol ya dongkollah sepuasnya.
aku malah pernah disuruh dorong gara2 mobil mogok. terang aja aku nggak mau. gila apa? udah bayar 2ribu masih disuruh dorong lagi.
Post a Comment