Tuesday, July 31, 2007

Sopir Taksi Yang Pengertian

Sudah seminggu ini saya di Samarinda. Menjalankan tugas 'kristalisasi keringat' di salah satu pemda di kota ini.

Tidak ada yang istimewa selain berkutat dengan data, data, dan data. Seperti halnya hari-hari sebelumnya, tentunya dengan client-client yang sebelumnya pula.

Namun, ada sedikit sentuhan kesan yang terjadi pada hari ini. Tepatnya pada hari Minggu, 29 Juli 2007. Ketika saya harus menggunakan TAKSI untuk menuju ke suatu tempat.

Taksi, demikian warga Samarinda menyebut angkutan umum yang mondar-mandir sepanjang jalan. Jadi bukan seperti taksi yang biasa kita gunakan di kota-kota di pulau Jawa. Taksi (angkot) ini memiliki ciri khas tidak memiliki rute yang jelas. Yang ada cuma batasan area yang telah ditentukan. Jadi taksi A tidak boleh melintas di area taksi B, demikian pula sebaliknya. Namun ada beberapa area yang menjadi perpotongan beberapa jenis taksi. Bahkan ada jalan yang dilalui oleh 3 jenis taksi sekaligus.

Minggu sore, saya berdiri di tepi jalan. Menunggu taksi yang akan mengangkut saya. Sebuat taksi datang menghampiri saya. Saya tidak lantas naik, tapi harus bertanya dahulu apakah sopirnya bersedia mengantarkan saya ke tujuan yang saya maksudkan. Akhirnya saya baru mendapatkan sopir taksi yang bersedia mengantarkan saya pada taksi ketiga yang menghampiri saya.

Namun sayang sekali, di taksi tersebut ada 2 orang yang sedang merokok. Saya lantas mengatakan dengan halus pada sopir taksi tersebut, bahwa saya tidak jadi naik karena ada yang merokok di dalamnya. Mendengar pernyataan saya, bukannya taksi tersebut berlalu, namun justru memohon penumpang yang merokok tersebut untuk menghentikan rokoknya jika tidak keberatan.

Sebagaimana lazimnya perokok, banyak yang tidak terima ketika diminta menghentikan aktivitas merokoknya. Terjadi pula pada 2 penumpang tersebut. Selain menggerutu, penumpang tersebut juga lantas turun dan tidak mau membayar.

Saya kontan saja merasa tidak enak dengan kejadian ini. Setelah naik dan memilih lokasi duduk tepat di belakang sopir, saya sampaikan bahwa saya berjanji akan mengganti ongkos 2 orang penumpang tersebut. Ternyata sang sopir dengan santainya menolak tawaran saya tersebut, dan hanya mau menerima ongkos senilai 1 orang saja. Dia pun menyampaikan tidak keberatan dengan kejadian ini.

Dan yang lebih membuat saya terkesan adalah, dia juga merupakan perokok. Namun sedang berusaha untuk berhenti merokok, karena sadar bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk merokok lebih baik digunakan untuk menunjang kebutuhan anak-anaknya sekolah. Walau dia juga menyadari sangat berat untuk meninggalkan kebiasannya merokok.

Wah ... sungguh merupakan pengalaman yang sangat mengesankan.

No comments: