APDN, STPDN, atau sekarang IPDN kian lama kian terkenal. Bagaimana tidak, dari tahun ke tahun, ada saja berita yang mencuat dari perguruan tinggi plus asrama berbiaya tinggi yang menggunakan uang rakyat ini.
Alih-alih berita prestasi yang ditunjukkan, justru berita pembunuhan yang terjadi. Cliff Muntu, asal Sulawesi Utara, telah meninggalkan rekan-rekannya untuk menghadap Yang Kuasa. Indikasi penyiksaan sangat kental terasa sebagai penyebab kematiannya. Walau informasi yang semula disampaikan oleh pihak IPDN adalah kematian Cliff Muntu karena disebabkan penyakit lever.
IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri) merupakan sekolah tinggi setingkat S1 yang dikelola oleh Departemen Dalam Negeri. Didirikan di Jatinangor - Sumedang sejak Rudini masih menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri.
Dari proses peradilan, telah dinyatakan bahwa beberapa praja dijadikan tersangka. Selain itu mereka juga dipecat dari IPDN dan diharuskan mengganti biaya pendidikan yang besarnya bervariasi.
Tidak sedikit kita lihat video rekaman yang menayangkan kebuasan orang tanpa perasaan yang memukul dada, menendang punggung, hingga tendangan tanpa bayangan ala JetLe diberikan ke Juniornya. Benar-benar biadab dan lebih buas dari binatang.
Selain itu, peragaan ala militer yang tidak pada tempatnya saya anggap salah tempat. Yang jelas kakak saya yang juga militer, justru mengatakan di militer sendiri tidak seperti itu, hukuman-hukuman yang diberikan sudah terukur dan ada teknik-tekniknya. Sehingga kita semua sangat jarang menemukan suara-suara miring dari pendidikan militer di kalangan militer sendiri.
Namun sebagai orang yang tidak tahu keseharian IPDN, saya tidak menganggap bahwa tayangan video itu adalah gambaran dari IPDN. Tentu banyak hal-hal positif yang ada di sana.
Satu hal yang saya nilai adalah hasil. Di beberapa Pemda saya menangani sistem informasi, saya memang menemukan beberapa pegawai yang merupakan lulusan IPDN. Memang mereka terlihat lebih cerdas, cepat tanggap, berbadan lebih tegap. Namun tetap saja ketika pegawai lainnya main game di komputer kantor pada jam kerja, lulusan IPDN itu juga ternyata ikut-ikutan. Lantas lebih baik mana jika dibandingkan dengan lulusan perguruan tinggi biasa yang terpilih menjadi pegawai negeri melakukan proses seleksi yang benar, dan tanpa ada nuansa sogok menyogok seperti yang sudah berakar di negara kita sekarang ini.
Akhir kata, memang kita tidak bisa langsung mengamputasi kaki ketika jempol kita korengan. Namun jika kaki tersebut sudah terkena kanker, dan dikhawatirkan akan merembet ke organ tubuh lainnya, amputasi bisa jadi pilihan yang tepat.
IPDN bisa saja dibubarkan, jika memang dirasa hanya merupakan penghambur-hamburan uang rakyat, dan hanya menghasilkan pembunuh-pembunuh berbaju rapi.
Alih-alih berita prestasi yang ditunjukkan, justru berita pembunuhan yang terjadi. Cliff Muntu, asal Sulawesi Utara, telah meninggalkan rekan-rekannya untuk menghadap Yang Kuasa. Indikasi penyiksaan sangat kental terasa sebagai penyebab kematiannya. Walau informasi yang semula disampaikan oleh pihak IPDN adalah kematian Cliff Muntu karena disebabkan penyakit lever.
IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri) merupakan sekolah tinggi setingkat S1 yang dikelola oleh Departemen Dalam Negeri. Didirikan di Jatinangor - Sumedang sejak Rudini masih menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri.
Dari proses peradilan, telah dinyatakan bahwa beberapa praja dijadikan tersangka. Selain itu mereka juga dipecat dari IPDN dan diharuskan mengganti biaya pendidikan yang besarnya bervariasi.
Tidak sedikit kita lihat video rekaman yang menayangkan kebuasan orang tanpa perasaan yang memukul dada, menendang punggung, hingga tendangan tanpa bayangan ala JetLe diberikan ke Juniornya. Benar-benar biadab dan lebih buas dari binatang.
Selain itu, peragaan ala militer yang tidak pada tempatnya saya anggap salah tempat. Yang jelas kakak saya yang juga militer, justru mengatakan di militer sendiri tidak seperti itu, hukuman-hukuman yang diberikan sudah terukur dan ada teknik-tekniknya. Sehingga kita semua sangat jarang menemukan suara-suara miring dari pendidikan militer di kalangan militer sendiri.
Namun sebagai orang yang tidak tahu keseharian IPDN, saya tidak menganggap bahwa tayangan video itu adalah gambaran dari IPDN. Tentu banyak hal-hal positif yang ada di sana.
Satu hal yang saya nilai adalah hasil. Di beberapa Pemda saya menangani sistem informasi, saya memang menemukan beberapa pegawai yang merupakan lulusan IPDN. Memang mereka terlihat lebih cerdas, cepat tanggap, berbadan lebih tegap. Namun tetap saja ketika pegawai lainnya main game di komputer kantor pada jam kerja, lulusan IPDN itu juga ternyata ikut-ikutan. Lantas lebih baik mana jika dibandingkan dengan lulusan perguruan tinggi biasa yang terpilih menjadi pegawai negeri melakukan proses seleksi yang benar, dan tanpa ada nuansa sogok menyogok seperti yang sudah berakar di negara kita sekarang ini.
Akhir kata, memang kita tidak bisa langsung mengamputasi kaki ketika jempol kita korengan. Namun jika kaki tersebut sudah terkena kanker, dan dikhawatirkan akan merembet ke organ tubuh lainnya, amputasi bisa jadi pilihan yang tepat.
IPDN bisa saja dibubarkan, jika memang dirasa hanya merupakan penghambur-hamburan uang rakyat, dan hanya menghasilkan pembunuh-pembunuh berbaju rapi.
No comments:
Post a Comment