Setiap tahun, lebaran selalu menjadi event yang paling fenomenal. Dari berbagai sumber, kejadian-kejadian itu ternyata hanya terjadi di beberapa negara rumpun melayu. Salah satunya adalah INDONESIA. Bahkan mungkin Indonesia adalah negara paling heboh ketika lebaran sudah tiba.
Diantara yang heboh-heboh itu, yang paling heboh menurut saya adalah aktivitas M.U.D.I.K ...
Ketika masa mudik tiba, kota-kota besar yang biasanya penuh sesak aktivitas warganya, tiba-tiba menjadi lengang. Kota yang biasanya berwarna abu-abu, tiba-tiba menjadi cerah. Kecepatan rata-rata kendaraan yang semula 40 km/jam tiba-tiba berubah menjadi 100 km/jam. Faktanya, mayoritas penduduk kota besar adalah kaum pendatang. Datang dari berbagai pelosok negeri. Dan pada akhirnya, untuk rutinitas mudik ini, mereka harus meninggalkan aktivitas mereka, untuk berbondong-bondong menuju kampung halamannya.
Coba perhatikan sarana-sarana transportasi pada hari-hari menjelang lebaran. Mulai dari bis, kereta, kapal laut, pesawat. Semua calon penumpang saling berebut untuk bisa mendapatkan tempat. Akhirnya, hukum ekonomi sering kali terjadi. Biaya perjalanan menjadi berlipat. Kadang lipat dua, lipat tiga, kadang lebih.
Apalagi jika kita lebih fokus memperhatikan satu atau dua hari menjelang lebaran. Stasiun kereta, terminal bus, maupun bandara yang semula biasa-biasa saja tingkat kesibukannya, melonjak tajam menjadi seperti lautan manusia. Kalau sudah begini, keamanan, kenyamanan, bahkan keselamatan jiwa sering kali terabaikan.
Sekarang, yang menjadi pertanyaan adalah MENGAPA HAL INI BISA TERJADI DI BUMI INDONESIA TERCINTA ? Mungkin semua orang sudah tahu jawabannya. Bahkan saya sendiri terpaksa harus mengalami kejadian yang mengharuskan saya tidak tidur 3 hari supaya pekerjaan cepat selesai, dan segera mendapatkan ijin pulang dari client yang saya tangani. Tepatnya itu terjadi tahun 2005. Saat itu saya sedang tergabung dalam sebuah proyek pengembangan sistem informasi supermarket di Sorong. H-1, akhirnya saya berhasil pulang.
Pulang ??? Tujuan utamanya adalah agar bisa bertemu dengan sanak saudara, famili, kerabat, handai taulan, bahkan mantan-mantan pacar jika memungkinkan juga akan ditemui. Hehehe ...
Apakah memang ini menjadi sebuah keharusan. Tentu saja tidak. Tapi jika saya tanya satu persatu. Tentu hampir semua jawaban yang saya terima adalah : Ya, bagaimana pun caranya saya harus pulang. Apalagi jika yang saya tanya masih memiliki orang tua yang masih mengagungkan event saling berkumpul pada saat lebaran.
Kembali ke kejadian saya sewaktu masih di Sorong. Jujur saja saya akui, tidak seratus persen motivasi saya adalah untuk bertemu dengan yang saya sebutkan sebelumnya. Justru yang paling memotivasi saya untuk ada di tengah keluarga pada saat lebaran adalah ingin membahagiakan orang tua. Ingin mereka bisa senang melihat anak-anaknya ada di antara mereka, dengan keadaan sehat wal afiat tentunya.
Akhirnya, perjalanan menuju kampung halaman, ritual maaf memaafkan, kunjung-kunjung ke tetangga yang kadang kenal saja tidak, akhirnya kembali akan menghiasi penjuru negeri ini dalam waktu yang tidak lama lagi.
Selamat ber-mudik ria, semoga selamat dalam perjalanan. Bisa bertemu dengan keluarga. Bisa menjalin tali silaturrahim. Dan ... akhirnya bisa kembali, juga tetap dalam keadaan sehat wal-afiat.
Diantara yang heboh-heboh itu, yang paling heboh menurut saya adalah aktivitas M.U.D.I.K ...
Ketika masa mudik tiba, kota-kota besar yang biasanya penuh sesak aktivitas warganya, tiba-tiba menjadi lengang. Kota yang biasanya berwarna abu-abu, tiba-tiba menjadi cerah. Kecepatan rata-rata kendaraan yang semula 40 km/jam tiba-tiba berubah menjadi 100 km/jam. Faktanya, mayoritas penduduk kota besar adalah kaum pendatang. Datang dari berbagai pelosok negeri. Dan pada akhirnya, untuk rutinitas mudik ini, mereka harus meninggalkan aktivitas mereka, untuk berbondong-bondong menuju kampung halamannya.
Coba perhatikan sarana-sarana transportasi pada hari-hari menjelang lebaran. Mulai dari bis, kereta, kapal laut, pesawat. Semua calon penumpang saling berebut untuk bisa mendapatkan tempat. Akhirnya, hukum ekonomi sering kali terjadi. Biaya perjalanan menjadi berlipat. Kadang lipat dua, lipat tiga, kadang lebih.
Apalagi jika kita lebih fokus memperhatikan satu atau dua hari menjelang lebaran. Stasiun kereta, terminal bus, maupun bandara yang semula biasa-biasa saja tingkat kesibukannya, melonjak tajam menjadi seperti lautan manusia. Kalau sudah begini, keamanan, kenyamanan, bahkan keselamatan jiwa sering kali terabaikan.
Sekarang, yang menjadi pertanyaan adalah MENGAPA HAL INI BISA TERJADI DI BUMI INDONESIA TERCINTA ? Mungkin semua orang sudah tahu jawabannya. Bahkan saya sendiri terpaksa harus mengalami kejadian yang mengharuskan saya tidak tidur 3 hari supaya pekerjaan cepat selesai, dan segera mendapatkan ijin pulang dari client yang saya tangani. Tepatnya itu terjadi tahun 2005. Saat itu saya sedang tergabung dalam sebuah proyek pengembangan sistem informasi supermarket di Sorong. H-1, akhirnya saya berhasil pulang.
Pulang ??? Tujuan utamanya adalah agar bisa bertemu dengan sanak saudara, famili, kerabat, handai taulan, bahkan mantan-mantan pacar jika memungkinkan juga akan ditemui. Hehehe ...
Apakah memang ini menjadi sebuah keharusan. Tentu saja tidak. Tapi jika saya tanya satu persatu. Tentu hampir semua jawaban yang saya terima adalah : Ya, bagaimana pun caranya saya harus pulang. Apalagi jika yang saya tanya masih memiliki orang tua yang masih mengagungkan event saling berkumpul pada saat lebaran.
Kembali ke kejadian saya sewaktu masih di Sorong. Jujur saja saya akui, tidak seratus persen motivasi saya adalah untuk bertemu dengan yang saya sebutkan sebelumnya. Justru yang paling memotivasi saya untuk ada di tengah keluarga pada saat lebaran adalah ingin membahagiakan orang tua. Ingin mereka bisa senang melihat anak-anaknya ada di antara mereka, dengan keadaan sehat wal afiat tentunya.
Akhirnya, perjalanan menuju kampung halaman, ritual maaf memaafkan, kunjung-kunjung ke tetangga yang kadang kenal saja tidak, akhirnya kembali akan menghiasi penjuru negeri ini dalam waktu yang tidak lama lagi.
Selamat ber-mudik ria, semoga selamat dalam perjalanan. Bisa bertemu dengan keluarga. Bisa menjalin tali silaturrahim. Dan ... akhirnya bisa kembali, juga tetap dalam keadaan sehat wal-afiat.
No comments:
Post a Comment