Saturday, May 31, 2008

Berjuang Sekuat Tenaga Menjaga Devisa Negara

Sudah tentu kita sering mendengar slogan TKI/TKW adalah pahlawan devisa. Namun tidak semua kita tahu mengapa bisa demikian adanya.

Jawabannya tentu mudah saja. Setiap warga negara Indonesia yang bekerja di negara lain, dan kemudian membelanjakan penghasilannya di Indonesia, maka dengan demikian telah terjadi pemasukan devisa untuk negara kita. Sama halnya bila kita melakukan eksport ke negara lain. Juga menyebabkan pemasukan devisa untuk negara kita. Dengan semakin banyak wisatawan asing bertandang ke negeri ini, maka secara otomatis mereka akan membelanjakan uangnya di Indonesia, sehingga ini juga akan menjadi pemasukan devisa untuk negara kita.

Sebaliknya, bila kita melakukan import barang, maka devisa negara kita akan berkurang. Sama halnya bila kita menggunakan uang kita hasil dari bekerja di dalam negeri untuk dibelanjakan di luar negeri. Atau kita bepergian ke luar negeri, ini juga dapat menyebabkan devisa negara kita berkurang.

Masih banyak hal-hal yang menyebabkan devisa negara kita berkurang :
- menggunakan barang/jasa dari Perusahaan Modal Asing
- menggunakan barang/jasa dari waralaba perusahaan asing
- menggunakan internet secara terus menerus ke situs2 asing

Nah, dari apa yang saya tulis di atas, tentu sudah selayaknya kita bisa mengira-ngira ke mana arah pembicaraan saya dalam kaitannya dengan judul di atas.

Beberapa hal kecil yang bisa kita lakukan adalah :
- Berjuang sekuat tenaga untuk tidak membeli produk asing, melainkan lebih mengutamakan menggunakan produk dalam negeri
- Berjuang sekuat tenaga untuk membeli barang/jasa kebutuhan sehari-hari ke tempat-tempat yang permodalannya asli milik bangsa sendiri, atau lebih baik belanja di warung sebelah rumah saja.
- Berjuang sekuat tenaga untuk membeli buku, majalah, dan lain-lain ke toko-toko yang permodalannya asli milik bangsa sendiri, atau lebih baik beli majalah atau buku-buku di kios-kios majalah tepi jalan.
- Berjuang sekuat tenaga untuk mengkonsumsi makanan di restoran-restoran yang permodalannya milik bangsa sendiri, atau waralaba dari bisnis bangsa sendiri.
- Berjuang sekuat tenaga untuk bepergian ke luar negeri seperlunya saja. Bila terpaksa harus bepergian ke luar negeri, usahakan untuk sehemat mungkin. Atau sekalian saja bekerja di luar negeri.

Sedikit hal di atas mudah-mudahan bisa menurunkan pengurangan devisa negara kita.

Nah, sekarang pertanyaannya, apa sih untungnya berusaha agar devisa tidak berkurang ?
Jawaban saya serahkan kepada Anda masing-masing.


Wednesday, May 14, 2008

Peremajaan Armada dan Pentiketan Berbasis IT

Kemarin, 13 Mei 2008, lagi-lagi saya harus ke Jakarta. Dan lagi-lagi saya harus berkunjung ke bandara Soekarno-Hatta. Yang tentu saja, lagi-lagi saya harus memanfaatkan jasa bus damri sebagai transport favorit untuk mengantarkan menuju ke tengah kota. Tentu saja alasan utama adalah karena harganya yang relatif murah. Dan seperti biasa, bila posisi di belakang supir kosong, maka saya akan memilih tempat itu. Demikian juga dengan kemarin.

Nah, baru saja saya duduk, maka saya disuguhi dengan pengumuman yang ditempelkan di kaca pemisah antara supir dan penumpang. Pengumuman yang menginformasikan tentang kenaikan tarif dari 15 ribu menjadi 20 ribu rupiah. Saya tidak berminat dengan issue kenaikan tarif itu sendiri. Saya jelas lebih berminat untuk mengamati alasan kenaikan harga tersebut.

Untuk peremajaan anggaran dan pentiketan berbasis IT.

Saya perhatikan, bus yang saya naiki yang kebetulan memiliki rute Bandara - Blom M, bukan tergolong bus baru. Selanjutnya saya perhatikan alasan berikutnya. Pentiketan berbasis IT. Mana ya yang dimaksud dengan layanan itu. Saya perhatikan di dashboard bus tersebut, yang terlihat adalah karcis kertas seperti yang biasanya itu.

Tidak tahan dibuatnya, terpaksa saya harus bertanya ke kondektur bus yang kebetulan saat itu sedang berdiri dekat dengan saya.

Salim (S) : Pak, pentiketan berbasis IT ini maksudnya apa ya ?
Kondektur (K) : Kita menggunakan sistem sensor pak
S : Sistem sensor gimana pak ?
K : Ya sensor, secara otomatis
S : Lha itu kok masih pake karcis kertas ?
K : Iya pak baru diujicoba di beberapa armada
S : Lho baru uji coba, kok tarif udah naik duluan. Apalagi belum semua armada melakukannya. Berarti kita dipaksa untuk bayar sesuatu yang belum bisa dinikmati dong pak ...

Kondektur langsung diam, mengalihkan perhatian. Dan tidak memperdulikan saya lagi tanpa pamit terlebih dahulu. Tipikal orang yang kehabisan ide untuk meladeni orang yang usil tanya macem-macem. Padahal saya belum sempat bertanya tentang yang dimaksud dengan peremajaan armada itu apa.

Dongkol ... terbawa hingga beberapa lama. Baru saja rasa dongkol berkurang, tiba-tiba bus menepi. Saya lihat ada bus damri lain dengan rute sejenis yang nampaknya sedang bermasalah. Para penumpangnya berkerumun di sekitar bus tersebut. Wah, pasti penumpang sebanyak itu pada mau diangkut dengan bus ini nih. Lantas saya mencoba berdiri dan menengok ke belakang. Lha ternyata bus yang saya tumpangi penuh terisi penumpang.

Benar saja, penumpang yang semula naik bus bermasalah itu akhirnya diangkut oleh bus yang saya naiki. Dan bisa ditebak, bus menjadi sesak. Bahkan, baris kursi yang saya duduki yang seharusnya berkapasitas 2 penumpang, harus terisi dengan 3 penumpang. Sebenarnya saya berniat untuk berdiri dan memberikan tempat duduk saya ke bapak-bapak tua. Tapi niat baik tersebut saya batalkan, karena posisi duduk saya sudah terlanjur kepepet dan susah untuk bergerak.

Selidik punya selidik, ternyata per bus bermasalah tersebut patah, dan bus sempat oleng hingga bagian sisi kiri sempat terangkat beberapa saat. Ibu-ibu yang duduk disamping saya malah sudah pasrah bila bus yang ditumpanginya harus terguling.

Wowwwww .....

Perlu diketahui, jika pesawat yang saya tumpangi tidak delay hingga 20 menit. Bisa jadi bus bermasalah itulah yang akan saya tumpangi. Hikmah dibalik ke-delay-an. Hehehe.

Langsung pikiran saya kembali ke masalah peremajaan armada yang dijadikan sebagai alasan kenaikan tarif. Lha wong kayak gini lho, kok sudah berani-beraninya menaikkan tarif.

Mbak-mbak yang harus berbagi kursi dengan saya dan ibu-ibu tadi, langsung komentar. Transportasi Indonesia gitu lho, apapun bisa terjadi. Lho..lho..lho, rupanya mbak ini penggemar F1 juga ya, kok motto F1 disebut-sebut sih mbak.