Thursday, January 18, 2007

Antara 71000080 dan 081553000080

Banyak yang tersenyum ketika saya menyebutkan kedua nomor hp saya. Yang satu flexi Surabaya, sementara yang satunya lagi adalah nomor matrix.

"Cantik dan kompak", demikian komentar-komentar yang sering terlontar. Sambil beberapa di antara pemberi komentar itu menanyakan bagaimana caranya kok bisa mendapatkan nomor seperti itu.

Ya begitulah, nomor saya memang tergolong khas. Ada 6 digit kembar antara nomor flexi dan matrix.

031.71.000080
081553.000080


Padahal orang banyak yang tidak tahu, saya masih punya nomor lagi yang agak mirip dengan nomor-nomor di atas. Nomor starone. 031-60150080. Walau tidak sama hingga 6 digit terakhir, namun 4 digit terakhir sama. 0080.

Sehingga nomor-nomor tersebut jika diurutkan akan menjadi seperti di bawah ini :
031.60.150080
031.71.000080
081553.000080


Nomor pertama yang saya dapatkan adalah nomor matrix. Nomor yang saya terima dari pendaftaran matrix yang diadakan oleh komunitas Pengguna Digital Assistant Surabaya (PeDAS).

Berikutnya, sekitar 2 bulan kemudian, ketika saya sedang berjalan-jalan di WTC Surabaya, saya menemukan nomor flexi. Walau agak mahal sedikit, setelah tawar menawar akhirnya nomor itu resmi menjadi milik saya.

Sekitar 3 bulan kemudian, ketika saya sedang mendatangi customer service (CS) Indosat di Jl. Kayun Surabaya, untuk mendaftar sebagai pelanggan starone. Alasannya adalah pada saat itu, layanan internet unlimited matrix Rp. 200 ribu, sudah berakhir. Dan untuk menggantikannya, pilihan jatuh pada salah satu produk Indosat lainnya (StarOne). Pada saat mendaftar, saya meminta nomor yang seragam dengan nomor yang sudah saya miliki sebelumnya. Karena nomor awal starone Surabaya pada saat itu adalah 60, maka mustahil saya mendapatkan nomor 60000080. Karena nomor itu telah digunakan oleh Indosat sendiri. Akhirnya saya ditawari dengan nomor 60100080 dan 60150080. Yang satu seragam 5 digit terakhir, sementara satunya seragam 4 digit terakhir. Entah mengapa, tanpa berpikir panjang, saya lebih mantap untuk memilih yang 60150080.

Hingga sekarang saya masih sering keliling di WTC untuk mendapatkan nomor dengan 4 digit terakhir adalah 0080. Yang sedang saya incar sekarang adalah nomor fren. Mudah-mudahan dalam waktu dekat saya segera menemukannya. Amiin.

Friday, January 12, 2007

Adam Air, Masih Laku Juga Ya

Bercerita tentang sarana penerbangan, tergoda saya untuk bercerita tentang Adam Air. Pada penerbangan ke Jakarta, pagi hari, 9 Januari 2007, sengaja saya memilih Adam Air. Bukan karena merasa jagoan, sehingga berani menantang maut untuk memilih maskapai yang sedang ramai diulas kebobrokan manajemennya. Namun lebih karena penasaran. Dan jujur saja karena tarif yang ditawarkan oleh biro perjalanan langganan saya cukup murah. Untuk penerbangan SBY - CGK, cukup 200 ribu saja. Mungkin karena imagenya sedang digoyang, sehingga terpaksa untuk menarik minat penumpang, harga kembali dijadikan sebagai senjata utama.

Sehari sebelum perjalanan, terpaksa saya harus berbohong kepada istri dan orang tua saya, tentang maskapai yang saya gunakan. Tujuannya tentu saja agar mereka tidak khawatir yang berlebihan. Karena tidak jarang khawatir yang berlebihan sering berbuah menjadi kenyataan. Bukan magic memang. Dan bukan pula karena ahli ramalan. Tapi kekhawatiran yang berlebihan, juga merupakan sebuah doa. Sebuah doa agar kekhawatiran tersebut menjadi kenyataan. Namun hal ini sering kali tidak disadari oleh pelaku.

Ketika sedang dalam perjalanan menuju bandara, terlintas dalam pikiran saya pesawat akan melompong karena peminatnya pasti turun.

Begitu sampai di ruang tunggu, ternyata bayangan yang telat terlintas itu mulai sirna. Karena ruang tunggu tersebut tetap penuh. Bisa saja yang memenuhi ruang tunggu adalah penumpang yang akan berangkat menggunakan maskapai lain. Namun dengan pengaturan ruang tunggu yang terpisah di bandara Juanda seperti sekarang ini, kemungkinan besar penumpang yang ada di ruang tunggu tersebut adalah penumpang Adam Air.

Bayangan sepinya penumpang langsung menguap ketika sudah memasuki pesawat. Ternyata, FULL. Hebat juga ya. Di tengah sorotan sedemikian rupa, rupanya masih banyak masyarakat Indonesia yang tetap memilih Adam Air.

Jangan-jangan mereka memilih Adam Air, justru karena harga murah yang ditawarkan tersebut ya ? Memang faktanya, masih banyak masyarakat kita yang rela menghadapi resiko demi harga murah yang ditawarkan. Ada satu alasan yang muncul, "Nasib itu kita serahkan pada Tuhan."

Air Asia, Kecewa Atau Salut ?

Air Asia, sebagaimana telah kita ketahui semua, merupakan salah satu maskapai yang turut meramaikan persaingan dalam bidang transportasi udara. Dengan metode pemasaran yang sedikit berbeda, membuat Air Asia cukup diminati masyarakat. Khususnya untuk yang sudah memiliki kepastian untuk memanfaatkan jasa penerbangan.

Adapun saya, terhitung baru 3 kali memanfaatkan jasa Air Asia. Pertama dengan memanfaatkan pembelian tiket murah via situs Air Asia. Kedua, ketika harus goshow mencari jadual penerbangan yang paling realistis untuk bisa mengejar jadual kereta ke Jember pada malam yang sama.
(Kereta ke Jember, Mutiara Timur, 22.40)

Sementara, untuk yang ketiga adalah tadi malam. Rute Jakarta - Surabaya. Jadual penerbangan yang saya pilih adalah pukul 19.30. Namun siang harinya, saya mendapatkan sms yang menyatakan bahwa penerbangan direschedule menjadi pukul 20.30.

Sesampai di bandara, ketika sedang melakukan check-in saya mendapatkan informasi bahwa terjadi delay menjadi pukul 22.00. Artinya terjadi penundaan hingga 2 jam setengah.

Menunggu sambil memperhatikan pera penumpang bergantian melakukan komplain untuk keterlambatan yang terjadi kepada petugas yang nampaknya hanya bisa meminta maaf kepada penumpang yang sedang kesal-kesalnya. Waktu pun bergeser memasuki pukul 22.00. Bahkan akhirnya harus melewatinya. Namun pesawat yang akan digunakan tidak kunjung muncul batang hidungnya. Hingga waktu mulai menunjuk ke pukul 22.30, baru ada informasi tentang pesawat yang akan digunakan untuk terbang menuju Surabaya.

Baru sekitar pukul 23.30, para penumpang baru dapat naik ke pesawat. Walau delay sekian lama, namun ternyata kejadian pada 2 penerbangan Air Asia saya sebelumnya kembali terjadi. Para penumpang sudah pada antri di depan pintu masuk. Begitu pintu di buka, para penumpang berlarian berebutan untuk mendapatkan kursi paling ideal. Khususnya bagi para penumpang yang berombongan.

Berebutan ? Kok seperti naik metromini aja nih ? Ya begitulah. Mungkin sekedar ingin tampil beda dari maskapai lain. Karena Air Asia tidak memberikan nomor kursi kepada para penumpangnya. Aneh juga sih. Naik pesawat, harus olah raga dulu. Berlarian mengejar tempat duduk. Dan saya hingga sekarang masih belum menemukan sisi positif dari metode ini. Setidaknya cocoklah dengan karakter orang kita yang sering tidak mau antri dan suka tidak disiplin.

Kembali ke kejadian super delay tadi malam. Begitu naik pesawat, terdapat sounding dari pilot pesawat. Cukup banyak yang disampaikan. Mulai dari permohonan maaf, alasan keterlambatan secara detail, hingga kesehatan dan kesiapan para awak kapal. Cukup aneh dan hal baru bagi saya setelah sekian lama memanfaatkan sarana transportasi udara. Biasanya kalau ada keterlambatan, baik sebentar, maupun berjam-jam, informasi yang disampaikan selalu basi. Permohonan maaf dan mengkambinghitamkan kesalahan teknis. Tanpa menjelaskan secara detail kesalahan teknis model apa yang menyebabkan para penumpang terkatung-katung di ruang tunggu boarding. Dari situ saya tahu bahwa sebenarnya pesawat yang semula akan digunakan untuk penerbangan ke Surabaya adalah pesawat yang ada di sebelah kiri pesawat yang sedang kami gunakan. Sebuah pesawat yang sejak tadi terdiam kaku dengan beberapa bagian mesin yang terbuka tanda sedang menjalani perawatan mekanis.

Saya tidak tahu pasti, apakah informasi yang disampaikan oleh pilot sudah menjadi prosedur standar Air Asia, atau sekedar usaha untuk melunakkan kekesalan para penumpang. Namun di saat sedang carut marut transportasi masal akhir-akhir ini, tentunya saya setuju lebih baik menunda penerbangan menunggu pesawat berikutnya, namun lebih layak terbang, dari pada harus memaksakan terbang tepat waktu tapi dengan pesawat yang kurang layak.

Walau akhirnya saya sampai di depan pintu rumah mendekati pukul 02.00 pagi, namun saya tetap bersyukur bisa selamat sampai di rumah pada malam yang sama. Coba bandingkan dengan nasib korban pesawat Adam Air yang hingga kini baru ditemukan beberapa puing-puingnya saja.

Entah ... saya harus kecewa atas keterlambatannya. Atau justru salut dengan keputusan mengganti pesawat yang dilakukan Air Asia demi keselamatan penumpangnya, walau harus dicerca oleh penumpang-penumpangnya.