Mengendarai sepeda motor dengan rute yang relatif jauh, 100 km ke atas misalnya, memang merupakan sensasi yang saya senangi. Jauh lebih menarik daripada harus nyupir mobil dengan jarak lebih dari 500km. Atau ketika saya harus nyetir tanpa pengganti Surabaya - Jakarta.
Walau jarang saya lakukan, biasanya 2 bulan sekali baru melakukannya lagi, namun keinginan untuk melakukan itu selalu ada.
Menembus angin dengan kecepatan di atas 100km/jam bahkan hingga 140km/jam memang merupakan sensasi yang menyenangkan. Apalagi jika rutenya agak berkelok-kelok. Di istilah balapan di sebut dengan tikungan cepat. Walau dengan mobil kecepatan 150km/jam adalah hal yang biasa. Namun dengan menggunakan motor, hantaman angin menjadi sedemikian terasa.
Memang adakalanya kenikmatan itu sering kali berakhir menjadi emosional ketika selama dalam perjalanan berinteraksi dengan pengendara-pengendara yang tidak memiliki rasa toleransi. Terutama pengendara kendaraan besar. Tentu saja yang paling utama saya tuding adalah pengendara BIS. Umumnya mereka seringkali menganggap remeh hak pengendara sepeda motor. Ketika mendahului kendaraan lain, sepeda motor yang melaju dari arah yang berlawanan seringkali dianggap tidak ada. Sehingga dengan terpaksa pengendara motor tersebut harus rela mengurangi kecepatan secara drastis dan harus keluar dari area jalan.
Saya sendiri sering terpancing dengan kondisi ini. Bahkan pernah pula saya harus mengambil batu kecil di jalan. Untuk selanjutnya saya lemparkan ke arah kaca bis yang membuat saya harus keluar dari jalan raya.
Selain bis, pernah juga sebuah mobil niaga menjadi korban. Batu yang semula saya persiapkan untuk bis, akhirnya harus melayang ke kaca depan mobil tersebut. Saya kurang tahu apakah hingga membuat pecah kacanya atau tidak. Karena memang saya tidak perduli.
Bagi saya sendiri menggunakan jalan raya memang harus saling menghormati dan bertanggung jawab. Walau saya mampu memacu kendaraan dengan kecepatan yang relatif tinggi di jalan yang lengang, namun jika itu adalah merupakan area yang dihuni oleh penduduk, tentu saya tidak akan melakukannya. Tentu saja dengan alasan keselamatan saya sendiri. Bayangkan bila ketika saya melaju di atas 100km/jam ternyata tiba-tiba ada penduduk menggunakan sepeda angin muncul secara tiba-tiba. Tentu malapetaka yang mungkin akan terjadi.
Kebiasaan saya, perjalanan yang relatif jauh selalu saya mulai sejak pagi-pagi benar. Biasanya jam 5 pagi sudah keluar dari rumah. Sehingga saya bisa menikmati suasana pagi yang sejuk ketika sudah di luar kota.
Seperti yang saya lakukan ketika perjalanan ke Jember baru-baru ini. Jam setengah enam, saya sudah berangkat. Sekitar jam 7-an saya sudah mencapai Probolinggo. Perjalanan Probolinggo ke Jember inilah yang memberi kenikmatan. Jalan yang relatif sepi, berkelok-kelok, udara dataran tinggi yang menyusup melalui pakaian yang saya kenakan. Sungguh sensasi yang luar biasa.
Walau mampu memacu sepeda motor di atas 140km per jam, ternyata rata-rata kecepatan cuma 60km/jam saja. Terbukti perjalanan Surabaya - Jember, 200km, harus saya tempuh sekitar 3 jam perjalanan. Atau Surabaya - Bojonegoro, 100km, harus saya tempuh selama 2 jam kurang seperempat.
Bagi rekan-rekan lain yang belum pernah mengendarai motor untuk jarak yang relatif jauh, mungkin perlu juga mencobanya. Selama kita mengendarai dengan aman, sepeda motor juga sudah kita periksa segala sesuatunya, serta berkendara sesuai dengan kemampuan, saya jamin akan menemukan sensasi yang tak terlupakan.
Walau jarang saya lakukan, biasanya 2 bulan sekali baru melakukannya lagi, namun keinginan untuk melakukan itu selalu ada.
Menembus angin dengan kecepatan di atas 100km/jam bahkan hingga 140km/jam memang merupakan sensasi yang menyenangkan. Apalagi jika rutenya agak berkelok-kelok. Di istilah balapan di sebut dengan tikungan cepat. Walau dengan mobil kecepatan 150km/jam adalah hal yang biasa. Namun dengan menggunakan motor, hantaman angin menjadi sedemikian terasa.
Memang adakalanya kenikmatan itu sering kali berakhir menjadi emosional ketika selama dalam perjalanan berinteraksi dengan pengendara-pengendara yang tidak memiliki rasa toleransi. Terutama pengendara kendaraan besar. Tentu saja yang paling utama saya tuding adalah pengendara BIS. Umumnya mereka seringkali menganggap remeh hak pengendara sepeda motor. Ketika mendahului kendaraan lain, sepeda motor yang melaju dari arah yang berlawanan seringkali dianggap tidak ada. Sehingga dengan terpaksa pengendara motor tersebut harus rela mengurangi kecepatan secara drastis dan harus keluar dari area jalan.
Saya sendiri sering terpancing dengan kondisi ini. Bahkan pernah pula saya harus mengambil batu kecil di jalan. Untuk selanjutnya saya lemparkan ke arah kaca bis yang membuat saya harus keluar dari jalan raya.
Selain bis, pernah juga sebuah mobil niaga menjadi korban. Batu yang semula saya persiapkan untuk bis, akhirnya harus melayang ke kaca depan mobil tersebut. Saya kurang tahu apakah hingga membuat pecah kacanya atau tidak. Karena memang saya tidak perduli.
Bagi saya sendiri menggunakan jalan raya memang harus saling menghormati dan bertanggung jawab. Walau saya mampu memacu kendaraan dengan kecepatan yang relatif tinggi di jalan yang lengang, namun jika itu adalah merupakan area yang dihuni oleh penduduk, tentu saya tidak akan melakukannya. Tentu saja dengan alasan keselamatan saya sendiri. Bayangkan bila ketika saya melaju di atas 100km/jam ternyata tiba-tiba ada penduduk menggunakan sepeda angin muncul secara tiba-tiba. Tentu malapetaka yang mungkin akan terjadi.
Kebiasaan saya, perjalanan yang relatif jauh selalu saya mulai sejak pagi-pagi benar. Biasanya jam 5 pagi sudah keluar dari rumah. Sehingga saya bisa menikmati suasana pagi yang sejuk ketika sudah di luar kota.
Seperti yang saya lakukan ketika perjalanan ke Jember baru-baru ini. Jam setengah enam, saya sudah berangkat. Sekitar jam 7-an saya sudah mencapai Probolinggo. Perjalanan Probolinggo ke Jember inilah yang memberi kenikmatan. Jalan yang relatif sepi, berkelok-kelok, udara dataran tinggi yang menyusup melalui pakaian yang saya kenakan. Sungguh sensasi yang luar biasa.
Walau mampu memacu sepeda motor di atas 140km per jam, ternyata rata-rata kecepatan cuma 60km/jam saja. Terbukti perjalanan Surabaya - Jember, 200km, harus saya tempuh sekitar 3 jam perjalanan. Atau Surabaya - Bojonegoro, 100km, harus saya tempuh selama 2 jam kurang seperempat.
Bagi rekan-rekan lain yang belum pernah mengendarai motor untuk jarak yang relatif jauh, mungkin perlu juga mencobanya. Selama kita mengendarai dengan aman, sepeda motor juga sudah kita periksa segala sesuatunya, serta berkendara sesuai dengan kemampuan, saya jamin akan menemukan sensasi yang tak terlupakan.
No comments:
Post a Comment