Memang saat ini kita merasakan harga obat semakin mahal. Namun demikian, sebenarnya tidak semua obat harganya mahal. Banyak obat yang cukup murah dan terjangkau harganya. Saya menduga Bapak mengonsumsi obat diabetes yang ribuan rupiah harga per butirnya, sehingga sangat berat membiayainya.
Memang ada obat yang mahal, bahkan sangat mahal harganya, tetapi banyak juga obat yang murah. Bapak sudah membuktikan sendiri bukan, berapa harga obat diabetes generik. Bapak katakan sepersepuluh dari harga obat diabetes bermerek yang biasa Bapak konsumsi. Sebenarnya bahkan ada obat generik yang harganya tidak sampai seperduapuluh dari harga obat bermereknya.
Sekedar ilustrasi, obat diabetes merek A (maaf saya tidak dapat menyebutkan namanya dalam rubrik ini) harganya sekitar Rp 3.700 (tiga ribu tujuh ratus rupiah) per butir. Bandingkan dengan
glibenclamide generik (salah satu obat diabetes generik) yang harganya hanya Rp 150 (seratus lima puluh rupiah) per butir. Sangat jauh berbeda, lebih dari 20 kali lipat! Demikian pula obat hipertensi.
Obat hipertensi bermerek C harganya sekitar Rp 3.400 (tiga ribu empat ratus rupiah) per butir, sedangkan salah satu obat hipertensi generik, yaitu captopril harganya hanya Rp 250 (dua ratus lima puluh rupiah) per butir. Hampir 15 kali lipat! Berbagai jenis obat lainnya juga demikian, sangat berbeda harga obat generik dengan obat bermerek atau obat patennya.
Jadi jelas bahwa sebenarnya harga obat sangat besar variasinya. Bahkan obat yang mengandung zat aktif yang sama bisa berbeda harganya sampai 20 kali lipat. Itu sebabnya pemerintah dan lembaga-lembaga pemberdayaan konsumen lainnya sangat gencar menganjurkan kita untuk menggunakan obat generik sebagai pilihan pertama apabila kita membutuhkan obat.
Bagaimana dengan mutunya? Harga obat generik yang sangat jauh berbeda dengan obat paten atau obat bermerek dengan kandungan sejenis memang dapat menimbulkan keragu-raguan, apakah sama mutunya dengan obat bermerek?
Untuk diketahui Pak, dua dari beberapa faktor yang menyebabkan mahalnya harga obat adalah promosi dan kemasan obat. Obat generik tidak dipromosikan, oleh sebab itu bebas biaya promosi. Demikian pula, obat generik tidak dikemas mewah, kemasannya hanya seperlunya yang hanya dimaksudkan untuk melindungi obat agar tidak turun mutunya selama penyimpanan dan pengangkutan.
Sebaliknya obat bermerek selalu dipromosikan, mungkin tidak dalam bentuk iklan di televisi dan surat kabar, tetapi dengan cara lain yang justru membutuhkan biaya lebih besar. Disamping itu hampir semua obat bermerek dikemas dengan kemasan yang cukup mewah. Ada satu faktor lagi yang menyebabkan obat paten mahal harganya, yaitu biaya paten yang harus dibayar oleh produsen. Ini semua pasti dibebankan kepada konsumen.
Untuk obat-obat yang banyak dibutuhkan masyarakat, yaitu obat untuk penyakit-penyakit yang umum, seperti antibiotika, obat demam, penghilang rasa sakit (analgesika), obat hipertensi, obat diabetes dan lain sebagainya, pemerintah kita sebagaimana juga pemerintah di negara-negara lain telah mengambil kebijakan untuk memproduksi obat generik.
Memang bukan pemerintah langsung yang memproduksinya, tetapi melalui perusahaan-perusahaan milik negara atau milik swasta yang bersedia memproduksinya. Biaya produksi ditekan seminimal mungkin, namun tetap harus memenuhi persyaratan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Disamping produsennya, pemerintah (dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM) juga ikut bertanggung jawab menjamin mutu setiap obat generik yang beredar, agar selalu terjamin mutunya sesuai persyaratan yang berlaku sebagaimana yang juga diberlakukan bagi obat bermerek.
Kualitas dan kuantitas zat berkhasiat di dalam obat generik harus persis sama dengan obat patennya. Bahan bakunya pun harus memenuhi persyaratan yang ketat. Kalau tidak pemerintah tentu tidak akan mengizinkan obat generik tersebut beredar. Semua persyaratan yang menyangkut khasiat dan keamanan obat yang diberlakukan pada obat bermerek, juga diberlakukan bagi obat generik.
Obat generik harus identik atau bioekivalen dengan obat patennya dalam hal dosage form, khasiat dan keamanannya. Dengan demikian Bapak dan masyarakat lainnya tidak perlu meragukan kualitas atau mutu obat generik. Bahkan para ahli kesehatan mengatakan, obat bermerek dan obat generik sama sekali tidak berbeda, kecuali pada nama, kemasan, dan harganya!
Jadi pilihan bagi kita adalah, apakah mau obat generik yang relatif murah harganya, atau membuang-buang uang belanja kita untuk membiayai kemasan dan iklan/promosi obat? Di Indonesia pemakaian obat generik memang masih sangat rendah, yaitu sekitar 10 persen, sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat yang penduduknya relatif lebih maju dan berpendidikan serta mempunyai pendapatan yang lebih tinggi dari Indonesia, obat generik malah lebih populer. Anggapan obat generik sebagai "obat yang kurang berkualitas" justru tidak berlaku. Pemakaian obat generik di Amerika Serikat mencapai 40 persen dari total konsumsi obat mereka.
Jadi, jangan ragu untuk menggunakan obat generik sebagai pilihan pertama jika Anda memerlukan obat. Konsultasikan dan mintalah kepada dokter Anda untuk memilihkan obat generik yang sesuai dengan kondisi kesehatan Anda.
Memang tidak semua jenis obat ada pilihan generiknya, namun sebagian besar, terutama untuk menanggulangi penyakit-penyakit yang umum di masyarakat ada pilihan obat generiknya. Obat generik sama bermutunya dengan obat bermerek. Harganya yang jauh lebih murah bukan karena mutunya yang rendah, atau dibuat dari bahan baku yang bermutu rendah, tetapi karena banyak faktor-faktor biaya yang dapat dipangkas dalam produksi dan pemasarannya. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat. Salam.
Dr Ernawati Sinaga MS Apt
Memang ada obat yang mahal, bahkan sangat mahal harganya, tetapi banyak juga obat yang murah. Bapak sudah membuktikan sendiri bukan, berapa harga obat diabetes generik. Bapak katakan sepersepuluh dari harga obat diabetes bermerek yang biasa Bapak konsumsi. Sebenarnya bahkan ada obat generik yang harganya tidak sampai seperduapuluh dari harga obat bermereknya.
Sekedar ilustrasi, obat diabetes merek A (maaf saya tidak dapat menyebutkan namanya dalam rubrik ini) harganya sekitar Rp 3.700 (tiga ribu tujuh ratus rupiah) per butir. Bandingkan dengan
glibenclamide generik (salah satu obat diabetes generik) yang harganya hanya Rp 150 (seratus lima puluh rupiah) per butir. Sangat jauh berbeda, lebih dari 20 kali lipat! Demikian pula obat hipertensi.
Obat hipertensi bermerek C harganya sekitar Rp 3.400 (tiga ribu empat ratus rupiah) per butir, sedangkan salah satu obat hipertensi generik, yaitu captopril harganya hanya Rp 250 (dua ratus lima puluh rupiah) per butir. Hampir 15 kali lipat! Berbagai jenis obat lainnya juga demikian, sangat berbeda harga obat generik dengan obat bermerek atau obat patennya.
Jadi jelas bahwa sebenarnya harga obat sangat besar variasinya. Bahkan obat yang mengandung zat aktif yang sama bisa berbeda harganya sampai 20 kali lipat. Itu sebabnya pemerintah dan lembaga-lembaga pemberdayaan konsumen lainnya sangat gencar menganjurkan kita untuk menggunakan obat generik sebagai pilihan pertama apabila kita membutuhkan obat.
Bagaimana dengan mutunya? Harga obat generik yang sangat jauh berbeda dengan obat paten atau obat bermerek dengan kandungan sejenis memang dapat menimbulkan keragu-raguan, apakah sama mutunya dengan obat bermerek?
Untuk diketahui Pak, dua dari beberapa faktor yang menyebabkan mahalnya harga obat adalah promosi dan kemasan obat. Obat generik tidak dipromosikan, oleh sebab itu bebas biaya promosi. Demikian pula, obat generik tidak dikemas mewah, kemasannya hanya seperlunya yang hanya dimaksudkan untuk melindungi obat agar tidak turun mutunya selama penyimpanan dan pengangkutan.
Sebaliknya obat bermerek selalu dipromosikan, mungkin tidak dalam bentuk iklan di televisi dan surat kabar, tetapi dengan cara lain yang justru membutuhkan biaya lebih besar. Disamping itu hampir semua obat bermerek dikemas dengan kemasan yang cukup mewah. Ada satu faktor lagi yang menyebabkan obat paten mahal harganya, yaitu biaya paten yang harus dibayar oleh produsen. Ini semua pasti dibebankan kepada konsumen.
Untuk obat-obat yang banyak dibutuhkan masyarakat, yaitu obat untuk penyakit-penyakit yang umum, seperti antibiotika, obat demam, penghilang rasa sakit (analgesika), obat hipertensi, obat diabetes dan lain sebagainya, pemerintah kita sebagaimana juga pemerintah di negara-negara lain telah mengambil kebijakan untuk memproduksi obat generik.
Memang bukan pemerintah langsung yang memproduksinya, tetapi melalui perusahaan-perusahaan milik negara atau milik swasta yang bersedia memproduksinya. Biaya produksi ditekan seminimal mungkin, namun tetap harus memenuhi persyaratan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Disamping produsennya, pemerintah (dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM) juga ikut bertanggung jawab menjamin mutu setiap obat generik yang beredar, agar selalu terjamin mutunya sesuai persyaratan yang berlaku sebagaimana yang juga diberlakukan bagi obat bermerek.
Kualitas dan kuantitas zat berkhasiat di dalam obat generik harus persis sama dengan obat patennya. Bahan bakunya pun harus memenuhi persyaratan yang ketat. Kalau tidak pemerintah tentu tidak akan mengizinkan obat generik tersebut beredar. Semua persyaratan yang menyangkut khasiat dan keamanan obat yang diberlakukan pada obat bermerek, juga diberlakukan bagi obat generik.
Obat generik harus identik atau bioekivalen dengan obat patennya dalam hal dosage form, khasiat dan keamanannya. Dengan demikian Bapak dan masyarakat lainnya tidak perlu meragukan kualitas atau mutu obat generik. Bahkan para ahli kesehatan mengatakan, obat bermerek dan obat generik sama sekali tidak berbeda, kecuali pada nama, kemasan, dan harganya!
Jadi pilihan bagi kita adalah, apakah mau obat generik yang relatif murah harganya, atau membuang-buang uang belanja kita untuk membiayai kemasan dan iklan/promosi obat? Di Indonesia pemakaian obat generik memang masih sangat rendah, yaitu sekitar 10 persen, sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat yang penduduknya relatif lebih maju dan berpendidikan serta mempunyai pendapatan yang lebih tinggi dari Indonesia, obat generik malah lebih populer. Anggapan obat generik sebagai "obat yang kurang berkualitas" justru tidak berlaku. Pemakaian obat generik di Amerika Serikat mencapai 40 persen dari total konsumsi obat mereka.
Jadi, jangan ragu untuk menggunakan obat generik sebagai pilihan pertama jika Anda memerlukan obat. Konsultasikan dan mintalah kepada dokter Anda untuk memilihkan obat generik yang sesuai dengan kondisi kesehatan Anda.
Memang tidak semua jenis obat ada pilihan generiknya, namun sebagian besar, terutama untuk menanggulangi penyakit-penyakit yang umum di masyarakat ada pilihan obat generiknya. Obat generik sama bermutunya dengan obat bermerek. Harganya yang jauh lebih murah bukan karena mutunya yang rendah, atau dibuat dari bahan baku yang bermutu rendah, tetapi karena banyak faktor-faktor biaya yang dapat dipangkas dalam produksi dan pemasarannya. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat. Salam.
Dr Ernawati Sinaga MS Apt
1 comment:
Post a Comment